Meski begitu, urusan mitigasi bencana bukan hanya tugas pemerintah. Bencana adalah urusan bersama. “Karena itu, harus ada kepedulian semua pihak agar dua, tiga, lima tahun ke depan kita bisa kembali melihat pasir di pesisir Pantai Padang,” tegas Doni.
Belajar dari Jepang
Diskusi pun dimulai. Penyiar TVRI Sumatera Barat, Sherly Zulkarnaen memandu. Narasumber antara lain Walikota Padang Hendri Septa, Dr Abdul Muhari, Pakar Gempa dan Tsunami BNPB, Jarot Widyoko, Dirjen SDA Kementerian PUPR, Fathol Bari, Kepala Dinas Sumber Daya Air Provinsi Sumatera Barat, dan Medi Iswandi, Kepala Bappeda Provinsi Sumbatera Barat.
Hadir pula Komjen Pol (Purn) Suhardi Alius, putra kelahiran Minang yang terakhir menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI). Tampak pula Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Suharyono, Danrem 032/Wirabraja, Kolonel Kav Rayen Obersyl, widya iswara utama BNPB, Dody Ruswandi, tokoh adat, serta pejabat Forkopimda Pemprov Sumbar dan Pemkot Padang.
Baca Juga: Nas Dialy jadi Sorotan usai Disebut Marah-marah di Filipina karena Kecewa
Abdul Muhari, memulai presentasinya dengan infografis yang menarik tentang peristiwa gempa dahsyat disusul tsunami yang memporakporandakan Sendai, Jepang tahun 2011.
Aam, panggilan akrab lelaki kelahiran Payakumbuh, Sumatera Barat ini, kebetulan sedang berada di Jepang dalam rangka program doktoral di sana, saat tsunami menghantam Sendai. Ia bahkan menjadi satu di antara 16 tim yang dibentuk pemerintah Jepang dalam menanggulangi pasca tsunami.
Aam, yang sehari-hari menjabat Plt Kapusdatinkom BNPB itu mengatakan, tsunami adalah gelombang tinggi dengan intensitas lama. “Tsunami bukan hanya gelombang besar yang sekali datang, setelah itu surut. Tidak. Di Jepang, bahkan tiga hari setelah peristiwa tsunami, tinggi gelombang masih sekitar tiga meter dan menggenangi darartan,” ujarnya.
Ia lalu menunjukkan slide-slide bagaimana Jepang merestorasi kerusakan wilayah di sana. Aam berharap, model infrastruktur harus dibikin sedemikian rupa agar revitalisasi pantai Padang bukan saja menangkal abrasi, tetapi bisa memunculkan kembali pasir sehingga nantinya bisa dilakukan penanaman pohon yang sesuai.
“Dengan begitu, kita berharap Padang ke depan bisa menjadi waterfront city yang terkonsep dengan baik, serta ,” kata Abdul Muhari pula. Penanganan pantai Padang harus menjadi satu-kesatuan. Tidak bisa parsial.
Sementara itu, Dirjen SDA Kementerian PUPR, Jarot Widyoko mengatakan pihaknya telah melakukan analisa situasi, survei dan model test, serta rencana program yang bisa dilakukan di tahun 2023. Dari garis pantai sepanjang 18 km, PUPR telah membangun pemecah ombak sejauh 13,5 km.
Sejak tahun 70-an hingga 80-an, PUPR telah membangun pelindung pantai. Program itu terus dilakukan.“Tahun 2023, kami akan memakai dana loan untuk membangun pelindung pantai dengan elevasi 4,5, dengan prioritas di sekitar bangunan masjid Al-Hikam ini,” katanya. **
Penulis: EGy Massadiah