Oleh Lukman Hamarong (PPL Luwu Utara 2012 – 2016)
Membangun kebersamaan hanya mudah diucapkan, tetapi sangat sulit dilakukan. Hanya kuat di tataran teori, namun miskin implementasi. Seperti ungkapan Inggris berikut ini, No Action Talk Only alias NATO, yang kurang lebih berarti bahwa kita hanya jago berteori dan berargumentasi, tetapi tidak memiliki keberanian untuk mewujudkannya dalam bentuk tindakan nyata.
Terlalu banyak bicara, tidak ada kerjanya. Begitu kira-kira kalau kita ingin menerjemahkannya secara “sadis”, yang tentu saja akan membuat merah sepasang daun telinga kita. Baru-baru ini sebuah organisasi profesi telah memberikan contoh, bagaimana membangun kebersamaan, menyatukan perbedaan dan menyamakan persepsi melalui sebuah kegiatan berkualitas.
Disebut berkualitas karena ratusan orang yang terhimpun dalam sebuah organisasi profesi itu berbaur menjadi satu kesatuan yang kemudian disebut keluarga besar penyuluh pertanian. Ya, Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia (Perhiptani) Luwu Utara seakan memberi pesan bahwa cara terbaik untuk membangun kebersamaan adalah berkumpul dan bergembira.
Pada puncak peringatan HUT Ke-36 Perhiptani, para penyuluh pertanian Kabupaten Luwu Utara menggunakan momentum tersebut untuk mengekspresikan kegembiraannya dengan berbagai kegiatan, baik bersifat edukatif maupun hiburan. Sebut saja penanaman pohon di bantaran sungai Masamba dan Radda, yang kita ketahui pernah terdampak bencana banjir bandang.
Harapannya bahwa beberapa tahun ke depan, di dua bantaran sungai ini akan berdiri indah melambai ribuan pohon kelapa tinggi menjulang, yang tentunya akan memberi banyak manfaat bagi masyarakat sekitar. Tak hanya tentang mitigasi kebencanaannya, tetapi juga karena pohon kelapa merupakan tanaman serba guna yang memiliki nilai ekonomis yang begitu tinggi.
Mulai daun, batang, dan buah, semuanya memberikan sumbangsih kehidupan bagi kelanjutan perjalanan hidup manusia di muka bumi ini. Tak salah kemudian Perhiptani menjadi pioneer untuk kemaslahatan umat. Perhiptani Luwu Utara telah mengawalinya dengan niat baik, dan akan terus memproduksi hal-hal baik yang diharapkan menjadi fenomena resonansi sosial.
Kebersamaan yang terbangun dalam kegiatan penanaman pohon kelapa di bantaran sungai ini kemudian dilanjutkan dengan kebersamaan yang lebih terbangun secara spesifik. Di mana antarpenyuluh saling meluapkan kebahagiaan dan kegembiraannya pada puncak perayaan HUT Ke-36 Perhiptani yang dipusatkan di Bukit Tirosoe. Keakraban satu sama lain terlihat jelas.
Mungkin belum ada daerah lain yang memanfaatkan HUT Perhiptani sebagai wahana memupuk kebersamaan. Namun, Perhiptani Luwu Utara mengambil langkah brilian menjadikan HUT Perhiptani sebagai arena berkumpul, bermain, dan meluapkan keceriaan setelah berkutat dengan aktivitas penyuluhan, karena Perhiptani lahir berangkat dari semangat kebersamaan.
Betapa pentingnya kebersamaan yang harus selalu kita jaga. Meski tak bisa kita pungkiri juga betapa sulitnya membangun kebersamaan di tengah padatnya aktivitas pemberian pelayanan kepada masyarakat, khususnya petani. Namun, Perhiptani Luwu Utara tahu betul bahwa kunci kerja sama yang paling kuat adalah bagaimana membangun kebersamaan dan keakraban.
Seperti kata pepatah bahwa bermain bersama, bergembira bersama, maka segala perbedaan akan menjadi perekat kebersamaan, penguat keakraban. Kita bisa memproduksi hal-hal yang baik dengan penuh kesadaran kolektif antarpenyuluh, karena adanya semangat kebersamaan itu. Tanamkan dengan baik bahwa kebersamaan itu akan melahirkan sesuatu yang indah.
Yang membuat saya terkesima adalah pemberian apresiasi Perhiptani Awards kepada penyuluh, pejabat publik, eks penyuluh, petani muda dan wanita tani. Sebuah bentuk kepedulian karena menghargai mereka yang juga peduli dengan penyelenggaraan penyuluhan. Sungguh beruntung mereka yang tak pernah lupa bahwa penyuluh berjasa besar terhadap negara ini karena meraka adalah pahlawan pangan sesungguhnya. Don’t forget them. (LHr)