Menurut Kizlar, Gie adalah seorang aktivis yang memiliki idealisme tinggi, tapi dia juga seorang manusia. Hal wajar jika ada beberapa scene dalam film ini menampilkan sisi romantisme dari seorang Soe Hok Gie. Karena aktivis juga manusiawi, kebutuhan perhatian dari pasangan sekiranya perlu diperhatikan juga dan perlu dimanfaatkan dengan baik.
"Jangan sampai hadirnya pasangan bagi para aktivis malah menganggu semangatnya dalam menegakkan keadilan dan kemanusiaan,” kata Kizlar dalam sesi diskusi setelah nobar selesai.
Ia juga menambahkan karakter Soe Hok Gie yang dibangun dalam film ini sebagai seseorang yang memiliki pemahaman sejarah, politik, dan ekonomi yang kuat.
Baca Juga: China, Negara Paling Banyak Merebut Piala Sudirman. Bagaimana dengan Indonesi
Serta nuansa yang dibangun dengan latar belakangan tahun 1960-an telah membuat penonton berimajinasi dalam membayangkan romantisme pergerakan di masa-masa tersebut.
Oleh karenanya, merefleksikan kembali sejarah perjuangan dan gerakan mahasiswa masa lalu bertujuan untuk membangun jiwa yang kritis dan menumbuhkan idealisme dalam membangun peradaban untuk kemajuan bangsa dan negara yang lebih baik kedepannya.
Nonton bareng dan membedah film Gie berlangsung cukup kondusif dan menarik.
Baca Juga: Ahok Bersikap Tegas, Netizen: Enak Mana Pak, Ngurus Pertamina atau Jakarta?
Respons yang diberikan oleh para penonton juga beragam dan justru lebih penasaran bagaimana Soe Hok Gie bisa meninggal di gunung Semeru.
Dengan menunjukkan ekspresi herannya, Hana, pengurus rayon, misalnya, bertanya, “Bagaimana bisa seorang Soe Hok Gie yang ganteng dan memiliki idealisme tinggi serta kecerdasannya harus mati muda di gunung semeru dan lebih parahnya dia tidak memiliki pasangan?”.
Atas pertanyaan Hana, Nanda menjawab, “Gie ini memang pendaki yang unik, ia bisa mendaki gunung sendirian dengan dibekali peralatan seadanya. Bahkan ada sebuah karya dia yang lahir ketika ia mendaki gunung sendirian. Kematian memang cukup membuat kita kaget, karena ia meninggal akibat menghirup gas beracun saat melakukan penurunan dari puncak Semeru. Dan pada saat itu, ia dan rombongannya lewat jalur yang ga resmi, tapi dia lewat jalur pendakian yang dibuat oleh Belanda pada saat itu”.
Bedah Film Gie untuk merefleksikan kembali pergerakan mahasiswa dalam melakukan pergerakan dan kembali membangun idealisme yang telah mulai hilang di kalangan para mahasiswa serta membangkitkan semangat peradaban bangsa.
Mimpi terbesar Soe Hok Gie adalah ia ingin para mahasiswa Indonesia berkembang menjadi manusia-manusia yang biasa.
Menjadi pemuda-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia normal, manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia. Karena hanya ada 2 pilihan, menjadi apatis atau justru mengikuti arus.
Artikel Terkait
Soal Santet Moeldoko, PMII: Komunikasi Bupati Lebak Perlu Diperbaiki
Habislah Sudah Masa yang Suram, Selesai Sudah Pmii Jadi Penonton
Penyelewengan APBD Lampung, Aris Bidang Kesos PB PMII : Perlu Ditindak Tegas
PMII UIC Mengajak Lawan Hoaks di Tengah Pandemi
Peringati Hari Asyura Bersama Anak Yatim, Ini yang Dilakukan PB PMII
Terkait The Mandalika, PB PMII Desak Menteri BUMN Copot Dirut PT ITDC
PMII UNJ, Akselerasi Pergerakan di Era Disrupsi: Kader Ngak Boleh Diem!