Bagi FSGI, seharusnya pemerintah pusat dan daerah lebih dulu membenahi persoalan PJJ itu semua. Koordinasi dan komunikasi yang intens dan solutif lintas kementerian, lembaga, dan Pemda adalah kuncinya. Leading sector ada di Kemdikbud, bersama dengan Kemenag; Kemen Desa dan PDT; Kemen BUMN; Kemenkominfo; Kemdagri; dan Pemda-pemda.
Tidak optimalnya pusat dan daerah menyelesaikan pelayanan terhadap proses PJJ yang sudah 2 fase ini, harusnya bukan menjadi alasan sekolah di zona kuning dibuka kembali. Sebab risiko nyawa dan kesehatan anak, guru, dan orang tua lebih besar ketimbang tertinggal dan tak optimalnya layanan pendidikan bagi anak selama PJJ.
Menurut Satriwan, hak hidup dan hak sehat bagi anak, guru, tenaga kependidikan, dan orang tua adalah yang utama.
Merujuk kepada Konvensi PBB tentang Anak, bahwa anak memiliki hak hidup dan hak memeroleh kesehatan. Mendapatkan pendidikan juga menjadi hak anak. Namun mesti diingat bahwa, anak yang bisa belajar dan mendapatkan pendidikan adalah anak yang hidup dan sehat. Ketika anak masuk sekolah di zona kuning, maka jelas jika kehidupan, nyawa, dan kesehatannya sedang terancam. Bagaimana anak akan memeroleh pendidikan dan pembelajaran jika kesehatan dan jiwanya terancam covid-19. Demikian lanjut Satriwan yang merupakan guru SMA swasta di Jakarta Timur.
Kemudian, bagi Heru Purnomo (Sekjen FSGI), dalam kondisi seperti ini guru juga memiliki hak mendapatkan perlindungan atas kesehatan dan keselamatan dalam bekerja. Poin ini terkandung di dalam Permendikbud No. 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan terhadap Tenaga Pendidik dan Kependidikan di Satuan Pendidikan. Menurutnya, kesehatan dan keselamatan nyawa guru juga terancam ketika sekolah dibuka kembali di zona kuning.
Heru menilai, SKB 4 Menteri yang Juni lalu sebenarnya sudah relatif bisa menjaga anak dan guru. Misal, SD bisa dibuka di zona hijau 2 bulan setelah SMP/SMA. Tapi dalam SKB 4 Menteri yang baru, SD diperkenankan dibuka bersamaan dengan SMP/SMA di zona kuning. Padahal secara usia, justru anak SD belum memahami risiko dan kesadaran akan kesehatan yang baik.
SKB 4 Menteri sebelumnya banyak dilanggar oleh Pemda. Ada 79 daerah yang melanggar SKB 4 Menteri, dan anehnya tak ada sanksi dari pusat kepada daerah yang melanggar aturan tersebut. Padahal 79 daerah ini sedang mempermainkan kesehatan dan nyawa anak bersama guru. Demikian sesal Heru, yang merupakan Kepala SMP Negeri di Jakarta Timur.
FSGI khawatir, SKB 4 Menteri yang baru juga berpotensi dikesampingkan daerah, sebab memang tak ada sanksi bagi daerah yang melanggar.