“KPK bisa mengatur menteri yang dipilih Presiden…”
KLARIFIKASI KPK:
Pada periode yang pertama, Presiden Joko Widodo meminta pertimbangan kepada KPK terkait dengan rekam jejak calon menteri yang akan membantunya di kabinet. Namun KPK tidak punya kewenangan untuk menentukan siapa menjadi menteri apa. Seperti yang kita ketahui memilih menteri adalah prerogatif Presiden.
Hal ini bisa dibandingkan dengan pemilihan Menteri Kabinet Indonesia Maju untuk periode kedua Presiden Joko Widodo. Karena KPK tidak dimintakan pertimbangan atau pendapat, maka kami tidak menyampaikan Informasi tentang latar belakang calon menteri tersebut. KPK tentu juga wajib menghormati hak prerogatif Presiden dalam memilih Menteri.
KPK Tebang Pilih dalam Mengusut Kasus
Pada menit ke 09.52 disebutkan :
“… Mungkin tidak? Kita berandai-andai, mungkin tidak, bisa saja yang ditangkap itu dipilih-pilih?
FH: Pasti iya lah. Oh iya lah sudah ada temuannya sebenarnya. Saya ini sebenarnya sudah bawa banyak bom nih. Karena kalau ada yang macam-macam saya lempar bomnya. Saya buka gitu. Saya berani ngomong yang orang tidak berani ngomong dari dulu.”
KLARIFIKASI KPK:
Isu ini sering muncul dari politikus ataupun pihak yang terkait dengan pelaku korupsi. Dalam beberapa kegiatan pertanyaan ini juga mengemuka.
KPK memastikan praktek tebang pilih tidak benar. Penanganan perkara semata dilakukan berdasarkan bukti yang cukup. Kami tidak boleh menangani perkara karena aspek pribadi seperti rasa tidak suka dengan seseorang yang misal mengkritik dan menuduh KPK secara terus menerus. Ataupun penanganan perkara berdasarkan afiliasi politik ataupun faktor lain.
Jika KPK bekerja berdasarkan emosional apalagi kebencian, mungkin yang akan diproses adalah orang-orang yang sering menuduh KPK melakukan hal-hal yang tidak baik. Tapi kami tidak pernah melakukan hal tersebut.
Dalam menetapkan tersangka, KPK harus memiliki minimal dua alat bukti atau bukti permulaan yang cukup. Sampai saat ini seluruh perkara yang ditangani KPK tidak ada yang divonis bebas oleh Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Satu-satunya terdakwa yang divonis Lepas adalah mantan Kepala BPPN, hal itupun karena perdebatan ranah pidana atau administratif. Sedangkan Hakim menyatakan secara tegas seluruh perbuatan terbukti.
Selain itu, secara prosedural keputusan untuk menetapkan tersangka dilakukan dalam sebuah forum gelar perkara yang dihadiri oleh pimpinan, penyelidik, penyidik dan penuntut umum.