kebijakan

Harris Turino Ingatkan Redenominasi Rupiah Bukan Sekadar Pangkas Nol, Tapi Ujian Kesiapan Hukum, Sistem, dan Kepercayaan Publik

Minggu, 9 November 2025 | 20:49 WIB
Anggota Komisi XI DPR RI, Harris Turino, tanggapi rencana Menkeu Purbaya untuk redenominasi rupiah. ((Instagram/harristurino))

 

(KLIKANGGARAN) — Rencana redenominasi rupiah 1.000:1 yang kembali disampaikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menempatkan Indonesia di persimpangan penting kebijakan moneter.


Pemerintah menargetkan penyelesaian regulasi redenominasi sekitar 2026–2027, namun implementasinya dinilai menuntut kesiapan menyeluruh — mulai dari sektor fiskal, sistem keuangan, hingga kesiapan psikologis masyarakat.

Anggota Komisi XI DPR RI, Harris Turino, menilai keberhasilan redenominasi tidak bergantung pada jumlah nol yang dihapus, melainkan pada kekuatan fondasi ekonomi dan disiplin dalam masa transisi.

Baca Juga: Legislator Sulsel Jasrum Minta Kadis Provinsi Sulsel Berikan Klarifikasi Soal PDTH 2 Guru di Luwu Utara

“Redenominasi bukan sekadar mencetak uang baru, tetapi menuntut sinkronisasi nominal pada miliaran entri data di sistem pembayaran, perbankan, merchant aggregator, treasury, platform perdagangan aset digital, dan sistem akuntansi pemerintahan pusat maupun daerah,” ujar Harris.

Stabilitas Makro Ekonomi Jadi Syarat Utama

Menurut Harris, kondisi ekonomi Indonesia relatif kondusif untuk menimbang wacana redenominasi.
Inflasi IHK per Oktober 2025 berada di 2,86% (yoy), sedangkan pertumbuhan ekonomi menurut IMF diproyeksikan mencapai 4,9% pada 2025–2026 dengan inflasi rendah.

Baca Juga: Surya Paloh Hormati Sanksi MKD untuk Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, NasDem Belum Rencanakan PAW Dua Kadernya

Rasio utang pemerintah sekitar 40% terhadap PDB, masih aman dibanding standar internasional.
Kondisi ini, menurutnya, memberi ruang bagi pemerintah untuk bergerak tanpa tekanan makro yang berat.

Namun, ia mengingatkan agar redenominasi tidak dilakukan terburu-buru karena kompleksitas sistem keuangan Indonesia kini jauh lebih tinggi dibanding satu dekade lalu.

“Risiko teknisnya nyata,” kata Harris. “Kesalahan pembulatan, perbedaan konversi antar-sistem, gangguan transaksi, hingga potensi kerentanan siber bisa saja muncul.”

Baca Juga: Korea Masters 2025: Pasangan Ganda Putra RayJo Gagal Raih Gelar, Indonesia Pulang Tanpa Trofi Juara

Pelajaran dari Negara Lain: Bukan Sekadar Pangkas Nol

Halaman:

Tags

Terkini