Waspadai Gejala Stres pada Anak

photo author
- Jumat, 12 November 2021 | 07:48 WIB
Ilustrasi (@sekar_mayang)
Ilustrasi (@sekar_mayang)

 

KLIKANGGARAN--Stres dapat menyerang siapa saja. Tidak peduli jenis kelamin dan usia. Jamaknya kita mengetahui yang kerap mengalami stres adalah orang dewasa. Banyak jenis pemicunya. Dan, yang sering dijadikan kambing hitam adalah pekerjaan dan urusan rumah tangga. Akan tetapi, apakah Anda mengetahui bahwa stres juga dapat dialami remaja bahkan balita?

Dalam KBBI daring, stres diartikan sebagai gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang disebabkan oleh faktor luar; ketegangan (diakses 12 November 2021). Sementara menurut laman Alodokter, stres adalah reaksi tubuh yang muncul saat seseorang menghadapi ancaman, tekanan, atau suatu perubahan (diakses 12 November 2021).

Kita menangkap dua lema dalam dua definisi tersebut, yaitu gangguan dan perubahan. Stres adalah respons atas sebuah kondisi yang tidak biasanya dilalui. Biasanya merasakan dingin, lalu tiba-tiba dipapar panas terus-menerus, maka kulit akan bereaksi. Biasanya melalui hari dengan tenang, tetapi kemudian dihantam berulang kali dengan mendengar keributan-keributan yang—mungkin—mulanya kecil namun makin bertumpuk sehingga membukit.

Baca Juga: Membanggakan, Dua Pemain Indonesia Resmi Diperkenalkan Klub Asal Bosnia-Herzegovina, Siapa Ya?

Di atas, saya menuliskan bahwa stres bisa menyerang siapa saja. Itu betul adanya. Mungkin Anda ingat kasus seorang anak yang mengalami gangguan kejiwaan karena beban pelajaran yang terlampau berat untuk seusianya. Yang kemudian ia ingat hanya rumus-rumus matematika alih-alih dirinya sendiri atau orang-orang terdekatnya. Fisiknya memang baik-baik saja, tetapi otaknya sudah bermasalah.

Dalam level yang lebih tinggi lagi, stres bisa memicu kerusakan otak permanen. Saraf-saraf rusak sehingga perintah yang diterima tubuh tidak tepat. Bisa saja, ketika Anda sedang beraktivitas, tubuh begitu saja menghentikan gerakannya. Sekeras apa pun otak Anda memerintah, tubuh tidak bereaksi. Jika yang terjadi pada orang dewasa saja sudah begitu mengerikan, bagaimana dengan remaja, anak-anak, bahkan balita?

Stres tidak hanya memengaruhi fisik, tetapi juga suasana hati (mood). Emosi jadi lebih mudah tersulut, kehilangan minat terhadap hal-hal yang biasanya dikerjakan, serta jika tidak segera ditangani, stres akan berujung gangguan mental lainnya seperti depresi.

Baca Juga: Beberapa Nama Ruas Jalan Dalam Proyek Tahun Jamak Ogan Ilir 2007-2010

Anda mungkin perlu mulai memperhatikan diri sendiri atau orang lain yang memiliki kecenderungan ciri-ciri di atas. Jika anak Anda mengatakan ia takut kepada anak lain, perlakukan hal itu sebagai sesuatu yang serius. Jangan lagi ada kalimat, “Ah, namanya juga anak kecil. Sekarang berantem, besok sudah akur lagi.” Iya, itu betul. Akan tetapi, trauma sudah terbentuk. Dan, jika dibiarkan menumpuk, suatu saat akan meledak.

Ledekan atau lelucon dari orang lain juga dapat membuat sang anak merasa kecil hati. Ia merasa tidak dianggap ada. Kalaupun dianggap ada, ia hanya dijadikan bahan tertawaan. Mungkin Anda merasa itu hanya sebuah candaan, tetapi jika dari awal anak sudah menunjukkan ketidaksukaan dan tidak ikut tertawa saat lelucon dilontarkan, Anda harus berhenti. Jangan diteruskan, atau Anda akan menyesal nantinya.

Perasaan kecil hati yang terus-menerus, siapa pun yang mengalaminya, bukan hal remeh untuk diabaikan. Ia akan merasa semua orang akan menolak kehadiran dirinya. Ia makin menutup diri, menjauh dari keramaian, dan mungkin kehilangan nafsu makan. Kalau lambung kosong dalam keadaan lama, cairan asam meningkat. Anda bisa mencari tahu sendiri apa efek tingginya asam lambung. Dan, jika itu terjadi pada anak-anak, make it double.

Baca Juga: Rony Dozer Meninggal Dunia Karena Serangan Jantung

Perhatikan pula jenis tangisan yang terjadi. Orang tua biasanya paham bedanya anak menangis karena kesakitan atau ketakutan. Dari ekspresi wajah juga tampak jelas. Kalau ia berlari ke pelukan Anda dengan tangis histeris tidak biasa, sebaiknya tidak lekas Anda menghakimi sang anak, apalagi dengan menuduh bahwa ia nakal atau bandel. Kemungkinan besar itu disebabkan karena perasaannya tersenggol (baca: tersakiti). Umumnya adalah karena penolakan. Tidak diizinkan bermain bersama atau tidak dibagi makanan. Satu dua kali mungkin tidak terasa, tetapi ledakan yang lebih besar sangat mungkin terjadi.

Dalam kasus tertentu, anak akan mengaku bahwa ia ingin berhenti menangis, tetapi tidak bisa. Bisa jadi, itu karena otak sudah tidak mampu memerintah tubuh dengan baik. Pendek kata, stres dapat membuat seseorang kehilangan kontrol atas tubuhnya sendiri. Tangis anak bisa tiba-tiba berhenti, tetapi itu pula yang menghentikan kesadarannya. Anak bisa tiba-tiba jatuh tertidur dan memorinya terganggu. Ketika bangun, ia mungkin akan menanyakan pertanyaan yang sama, meskipun sudah Anda jawab dengan kalimat yang sama pula.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Insan Purnama

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X