KLIKANGGARAN--Wisata Tawangmangu mulai dilirik banyak wisatawan lokal, Tawangmangu yang terletak di lereng Gunug Lawu, berhawa sejuk, membuat ramai pengunjung. Selain alamnya yang memang indah, di Tawangmangu makin banyak café dan restauran sebagai pilihan nongkrong. Bukan hanya sekedar tempat makan, café dan restaurant di sini menawarkan tempat yang istagrameble, untuk memenuhi keinginan travelers.
Wisata Tawangmangu apakah hanya kuliner sate dan café?? Ke Tawangmangu hanya untuk foto dan upload di sosial media. Bagi sebagian orang itu tidak cukup. Ada satu wisata unik di Tawangmangu, wisata budaya, dimana travelers bisa melihat upacara bersih Desa di Dusun Pancot. Yang di laksanakan setiap Tujuh bulan sekali pada yang jatuh pada Selasa Kliwon, Wuku Mondosiyo. Puncak upacara bersih desa ini diadakan di balai Pasar Dusun Pancot.
Wisata Tawangmangu satu ini menarik untuk di hadiri. Yang khas dari upacara ini adalalah adanya Lempar dan tangkap ayam. Dimana ayam ini biasanya wujud dari nazar penduduk setempat. Dimana pada saat upacara petugas upacara naik di bumbungan balai pasar dan melempar ayam hidup yang bebas diperebutkan oleh setiap yang hadir. Biasanya pembayar Nazar dan penduduk asli dusun Pancot tidak ikut berebut ayam, mereka yang ikut berebut dari luar desa.
Baca Juga: Ustaz Zacky Mirza Kecelakaan Lalu Lintas
Wisata Tawangmangu bersih desa Mondosiyo sudah dilaksanakan sejak lama dan turun temurun. Tradisi ini melewati pro dan kontra dari penduduk sekitar, sebagian percaya upacara ini harus terus berlanjut dan sebagian berpikir ini adalah hal yang bertentangan dengan agama. Saya tidak akan membahas sisi ini, saya akan coba ceritakan latar belakang tradisi ini lahir. Yang berawal dari mitos cerita Ratu Boko dan satria Pringgodani bernama Putut Tetuko.
Konon Prabu Boko memiliki kerajaan bernama Medang Kamulyan. Suatu hari istri Prabu Boko memasak untuk sang Prabu, tetapi saat dia meracik masakannya, salah satu jarinya terkena pisau, terpotong dan berdarah, masuk dalam masakan yang akan di hidangkan untuk Prabu Boko.
Saat menikmati hidangan itu, Prabu Boko merasa masakan itu lebih lezat dari biasanya, saat itu istrinya ceritakan bahwa saat memasak jarinya terpotong dan masuk di hidangan itu. Lalu Prabu Boko berpikir “jika sedikit saja lezat, apalagi daging manusia utuh?” sejak itu Prabu Boko menjadi kanibal. Selalu meminta ada korban manusia yang dipersembahkan untuk dia santap.
Baca Juga: Pemkot Bekasi Punya Rp1,4 Miliar Denda Pajak Berisiko Tidak Tertagih, Ini Penjelasan Kepala Bapenda
Wisata unik Tawangmangu. Korban persembahan manusia yang terus diminta oleh prabu Boko, membuat rakyat sangat ketakutan. Pun yang dialami oleh mbok Rondho Dhadapan, dimana mbok Rondho Dhadapan hanya punya seorang anak, dan anak itu giliran menjadi hidangan sang Prabu.
Hingga setiap malam mbok Rondho Dhadapan selalu menangis. Suatu hari seorang satria Pringgodani Putut Tatuko mendengar tangisan ini, kemudian menghampiri rumah Mbok Rondho Dhadapan dan bersedia menggantikan anaknya sebagai korban hidangan Prabu Boko. Pada selasa Kliwon Putut Tatuko di giring ke halaman balai Patokan. Di sanalah terjadi pertempuran hebat antara Prabu Boko dan Putut Tetuko.
Ksatria Pringgodani ini terkenal sangat sakti, bahkan saat kepalanya di belah oleh Prabu Boko, Putut Tatuko tetap tidak mati, hingga akhirnya kepala Putut Tatuko di telan oleh Prabu Boko dan dimuntahkan ke Pantai Selatan. Suatu hari Putut Tatuko kembali ke Balai Pathokan dengan membawa Batu Gilang.
Baca Juga: Dirgahayu HUT Pertamina ke-64, eSPeKaPe: Utamakan Sebesar-besar Kemakmuran Rakyat
Pertempuran pun berlanjut hingga kepala Ratu Boko di banting di batu gilang, kemudian kepala Prabu Boko di pancat oleh Putut Tatuko ( kepalanya diangkat lalu dipancat dengan kaki) disini bermula nama Desa Pancot. Matinya Prabu Boko pada selasa kliwon, wuku mondosiyo. Untuk memperingati hal itu setiap tujuh bulan sekali pada penanggalan Jawa yang jatuhnya Selasa kliwon wuku Mondosiyo diadakan syukuran yg berupa bersih Desa.