Akar Masalah: Jeritan Petani Lampung
Kebijakan ini bermula dari tekanan petani singkong, khususnya di Lampung. Harga singkong sejak Januari 2025 anjlok hingga Rp600–700 per kilogram, jauh di bawah ongkos produksi Rp740.
Ribuan petani dari tujuh kabupaten bahkan sempat memblokir pabrik tapioka pada Januari, menuntut harga sesuai SKB sebesar Rp1.400 per kilogram.
Desakan serupa datang kembali dari Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, bersama sejumlah bupati dan DPRD pada awal September 2025.
Deklarasi Larangan Terbatas
Merespons hal itu, Amran mengumumkan larangan terbatas impor tapioka.
“Atas arahan Bapak Presiden, kalau produksi dalam negeri cukup, impor ditiadakan,” ujarnya di Kantor Kementan, Jumat 19 September 2025.
Kebijakan ini dipandang sebagai solusi sementara untuk menyeimbangkan harga serta memastikan hasil panen petani terserap.
Permendag Baru Diteken
Larangan impor diperkuat dengan terbitnya dua Permendag yang diteken Mendag Budi Santoso. Permendag 31/2025 mengatur soal impor ubi kayu dan turunannya hanya untuk importir tertentu dengan rekomendasi teknis.
Baca Juga: Kondusivitas Daerah Terjaga Baik, Bupati Andi Rahim Apresiasi Kinerja Polri
Sedangkan Permendag 32/2025 menekan impor etanol demi menjaga harga molases dan mendukung swasembada gula serta energi hijau.
“Penerbitan kedua Permendag ini dilakukan sesuai arahan Bapak Presiden. Tujuannya, untuk menjaga kebutuhan industri,” jelas Budi, Sabtu 20 September 2025.
"Melindungi petani dalam negeri, sekaligus menjaga kepastian pasokan bahan baku strategis nasional," pungkasnya.**