JAKARTA, Klikanggaran.com--Jasa Kontruksi adalah layanan jasa berupa konsultasi perencanaan pekerjaan kontruksi, pelaksanaan pekerjaan kontruksi atau konsultasi pengawasan pekerjaan kontruksi. Jasa Kontruksi dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final dengan mengunakan tarif tertentu terkait layanan jasa sehubungan kegiatan yang dilakukan, selain Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Baca: KPK OTT Di Sidoarjo, Perdana era Firli Bahuri
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Kontruksi pada pasal 3 ayat (1) yang menyatakan bahwa; “Tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut: a) 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil; b) 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha; c) 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b; d) 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan e) 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha”.
Baca: Soal Jiwasraya, Kejagung Buka Peluang Panggil Rini Soemarno
Sebagaimana diketahui bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pada Tahun Anggaran (TA) 2017 melalui Dinas Kehutanan telah mengalokasikan anggaran untuk Program Pengelolaan RTH Pertamanan dan Pemakaman senilai Rp178.796.154.841,00 dengan realisasi senilai Rp116.815.374.569,00.
Sayangnya, pada delapan kontrak Program Pengelolaan RTH Pertamanan dan Pemakaman dan Program Pengelolaan Sarana Keindahan Kota senilai Rp27.048.009.654,00 termasuk PPN diketahui bahwa terdapat kurang potong PPh Pasal 4 Ayat (2) pada pelaksana pekerjaan dengan kualifikasi usaha non kecil senilai Rp240.002.551,00 dengan rincian sebagai berikut.
Hal tersebut disebabkan Bendahara Pengeluaran sebagai wajib pungut pajak penghasilan kurang cermat dalam melaksanakan tugas pokoknya.
Baca: BPK Sentil Luhut Terkait Besarnya Porsi Perjalanan Dinas
Sebab itu, dalam laporan PDTT Belanja Dinas Kehutan DKI Jakarta, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan kepada Gubernur DKI Jakarta agar memerintahkan Kepala Dinas Kehutanan menginstruksikan Bendahara Pengeluaran menagih pajak penghasilan senilai Rp240.002.551,00 atas jasa kontruksi yang kurang pungut kepada rekanan pelaksana dan menyetorkannya ke Kas Negara.