Rp 23 Milyar Dana TPP Diduga Digelapkan Bupati Padang Pariaman?

photo author
- Rabu, 28 Agustus 2019 | 06:21 WIB
images (19)
images (19)


Jakarta, Klikanggaran.com (28-08-2019) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Padang Pariaman mengakui utang belanja pegawai serta adanya beban atas pegawai sebesar Rp 23,04 miliar pada neraca per 31 Desember 2018. Pemkab Padang Pariaman memiliki komitmen membayar TPP berdasarkan Perbup Nomor 19 Tahun 2017. Namun demikian, tambahan penghasilan pegawai Rp 23,04 miliar tersebut tidak dianggarkan dalam APBD TA 2018.


Pengakuan utang dan beban oleh Pemkab Padang Pariaman tidak mengacu pada peraturan penganggaran dan pelaksanaan anggaran. Sampai saat pelaporan, belum terdapat kepastian tindak lanjut penyelesaian kewajiban atas pengakuan utang-utang tersebut. Hal tersebut diketahui berdasarkan LHP BPK Tahun 2018.


Menanggapi temuan sedemikian kronis, Hanibal selaku mantan Kepala Dinas Badang Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Padang Pariaman bungkam dan bergeming setelah beberapa kali dimintai keterangannya guna mengklarifikasi temuan tersebut, sebagai pejabat yang berwenang mengelola pencairan pengeluaran keuangan daerah kala itu. Pasalnya, indikasi keterlibatan Bupati Ali Mukhni menggelapkan dana tunjangan perbaikan pegawai tahun anggaran 2018 dinilai publik sangatlah massif.


Sementara itu, menyikapi persoalan tersebut, santer isu beredar mengungkapkan bahwa dana TPP dialihkan untuk menutupi kasus persoalan Tarok City.


Tak luput perhatian, Zulbahri SH, mantan Ketua DPRD yang juga sekaligus praktisi hukum, memaparkan pandangannya mengenai temuan adanya indikasi penggelapan dana TPP oleh Bupati Ali Mukhni.


"Bupati Ali Mukhni telah gagal mensejahterakan masyarakatnya. Bagaimana bisa mensejahterakan masyarakatnya, sementara bicara gaji tunjangan perbaikan pegawai saja tidak dibayarkan,” sebutnya pada media, Jumat (23/8).


Lebih lanjut Zulbahri juga mengkriktik sikap inkonsistensi DPRD yang dianggap plin-plan.


“Kita menyesali sikap DPRD yang tadinya menolak untuk menginput dana tersebut ke APBD 2019. Nah, setelah itu diterima lagi. Jadi semuanya disinyalir berkonspirasi. Sekarang jangan cerita dibayarkan atau tidak dibayarkan dululah. Ayo, kita cari benang merahnya. Kalau ini dianggarkan berarti kepala daerah melanggar hukum,” imbuhnya.


Dirinya juga menilai adanya indikasi penyelewengan.


“Jadi ada indikasi penyelewengan di sini, akibat pemerintah daerah tidak tertib anggaran. Jika seandainya ada pengalihan anggaran yang tadinya dianggarkan untuk TPP, lalu dialihkan ke yang lain, surati dewan bahwa dana tersebut dialihkan dan harus disetujui oleh dewan. Tapi, seandainya sudah dianggarkan untuk TPP kemudian tidak dibayarkan dengan alasan dialihkan, maka itu sudah termasuk tindak pidana korupsi, apalagi untuk kepentingan pribadi,” tegas Zulbahri.


Menurut Zulbahri, meski belum lihat APBD-nya, tapi ia yakin dana TPP ini dianggarkan, tetapi kenapa tidak dibayarkan? Menurutnya, jelas itu pelanggaran, karena aturan TPP ini jelas, ada aturan dari Kemenkeu dan segala macamnya. Sebab yang diajukan eksekutif ke legislatif itu yang pertama belanja rutin pegawai termasuk tunjangannya, yang kedua baru belanja fisik.


"Tidak mungkin belanja fisik dianggarkan, tapi tunjangan pegawai tidak dimasukkan. Mana mungkin pegawai itu bekerja, tapi tidak ada tunjangan di luar gajinya. Nah sekarang, konon kabarnya dibayarkan kembali. Ini dewan sudah gila. Seakan-akan dewan mem-backing kebijakan membayarkan TPP. Semua itu harus ada kejelasannya. Karena apabila sudah dianggarkan, kemudian dianggarkan lagi, jelas itu korupsi,” pungkasnya.


Sumber: Reportase Investigasi


Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: M.J. Putra

Tags

Rekomendasi

Terkini

X