Jakarta, Klikanggaran.com (15-05-2019) - Korupsi politis merupakan penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk struktur pemeritahan/perusahaan rentan korupsi dalam praktiknya, sehingga beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi atau menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan.
Titik ujung korupsi ialah kleptokrasi, yang secara harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Mengenai potensi korupsi yang menyerbak di lingkup PT. Pertamina, publik menjadi prihatin, karena diduga kuat PT. Pertamina rugikan negara 35 milyar rupiah dan USD 15 juta.
Tanda tanya dan keprihatinan publik terhadap kerugian negara ini terealisasikan melalui Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, yang mengungkapkan, dugaan kerugian negara oleh PT. Pertamina tersebut mencapai milyaran rupiah, bahkan jutaan dolar.
"Selain kasus korupsi suap PLTU Riau - 1, KPK juga harus menggarap Direktur Utama Nicke Wudyawati pada proyek-proyek lain di Pertamina. Pada semester 1 tahun 2018 saja ada 44 kasus dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 35 miliar dan USD15 juta. Bila ditotal kasus-kasus di Pertamina pada tenggat waktu antara 2015 - 2018, ada sejumlah 374 kasus dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 3,3 triliun dan USD1 miliar yang harus disidik oleh KPK langsung," ungkap Direktur CBA pada Klikanggaran.com di Jakarta, Selasa (14/05/2019).
Uchok mengatakan, rancunya permasalahan yang ditimbun Pertamina hingga berdampak merugikan negara, wajib untuk diperhatikan. Sebab, selain merugikan negara, kinerja pelayanan di sektor publik pun turut terseret hingga menjadikan polemik berkepanjangan.
“Oleh karena itu saya menghimbau kepada Presiden Jokowi, agar bukan hanya memikirkan mengganti kabinet saja, tetapi lebih utama untuk segera mencopot Direktur Utama PT. Pertamina agar perusahaan Negara tersebut punya integritas dan dipercaya oleh public,” tutup Uchok Sky. (MJP)