Jakarta, Klikanggaran.com (07-03-2019) - Dalam perjalanannya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang telah disahkan pada awal periode keuangan kerap kali masih harus kembali direvisi. Akan tetapi, bagaimana bila perubahan yang dilakukan terhadap APBD justru ternyata tidak terukur dan bahkan tidak rasional nilainya.
Seperti yang terjadi pada Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari. Di mana pada APBD sebelum perubahan di tahun 2017, Pemkot Kendari telah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja sebesar Rp1.266.447.598.389. Namun setelah perubahan, nilainya naik lebih dari 50 miliar menjadi Rp1.305.626.558.891 untuk Anggaran Belanja dan Rp1.310.022.376.902.
Meningkatnya nilai APBD tersebut sontak memunculkan tanda tanya bagi publik. Terlebih, publik dapat melihat nilai belanja yang lebih besar tersebut, bila tetap berjalan justru akan membuat defisit keuangan daerah di tahun tersebut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan melalui reviu dokumen dan wawancara yang dilakukan pihat terkait, diketahui terdapat beberapa permasalahan dalam penyusunan dan penetapan APBD perubahan di tahun 2017 tersebut, di antaranya:
1. Terdapat perbedaan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan APBD yang disampaikan kepada DPRD dengan Raperda Perubahan APBD dari Bidang Anggaran BPKAD selaku Tim Kerja TAPD.
2. Terdapat pengurangan Belanja Tidak Langsung Gaji pada Dinas Pendidikan dan penambahan belanja langsung untuk belanja kegiatan fisik pada Dinas PUPR yang tidak terdokumentasi.
3. Dalam penganggaran lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah, ternyata nilainya tidak terukur. Karena ternyata, perubahan tersebut dibuat hanya karena sebagai strategi agar tidak terjadi defisit dalam APBD dan APBD Perubahan TA 2017.
Kondisi tersebut tentu saja telah melanggar berbagai aturan yang ada. Selain itu, permasalahan tersebut akan mengakibatkan adanya belanja daerah yang tidak didasarkan pada prioritas anggaran. Bila ini benar-benar direalisasikan, bukan hal yang tidak mungkin bila anggaran yang tersedia nantinya hanya akan menjadi bancakan pejabat terkait.
Selain itu, pos anggaran pada utang akan menjadi beban dalam APBD di tahun anggaran 2018, yakni pos utang yang akan membebani anggaran hingga Rp15.580.545.828.
Untuk diketahui, permasalahan tersebut diduga disebabkan oleh Sekretaris Daerah selaku Ketua TAPD TA 2017 yang lalai melakukan koordinasi penyusunan Rancangan Peraturan Daerah APBD Perubahan TA 2017. Selain itu, Kepala Bappeda selaku Wakil Ketua TAPD TA 2017 juga dinilai tidak cermat dalam mengawasi dan mengendalikan penyusunan dan penetapan Rancangan Peraturan Daerah APBD Perubahan TA 2017.
Baca juga : OTT dan Korupsi Walikota Kendari, Buah dari Politik Dinasti?