Jakarta, Klikanggaran.com (26-02-2019) - Sebagai perusahaan Badan Usahan Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam jasa kontruksi, PT Nindya Karya ternyata menyimpan catatan buruk terhadap pengelolaan proyek pekerjaannya. Khususnya pengelolaan proyek yang berada di Wilayah VI (enam).
Catatan buruk tersebut, salah satunya adalah ditemukannya potensi pemborosan atas pembayaran bahan sebesar Rp8.154.882.689. Hal ini terjadi pada tahun anggaran 2017 (semester 1).
Sekilas untuk disampaikan, bahwa sebelumnya jumlah proyek pada Wilayah VI yang dilaksanakan tahun 2016 dan 2017 (semester I) tersebut adalah sebanyak 18 proyek. Atau, 17,14 persen dari seluruh jumlah proyek sebanyak 105 proyek dengan nilai proyek senilai Rp1.846.630.497.683. Atau, sebesar 14,76 persen dari seluruh proyek senilai Rp12.508.593.839.422.
Namun pada faktanya, pada proyek-proyek yang berada di Wilayah VI tersebut ditemukan ketidaktertiban. Misalnya saja pada proyek paket pekerjaan konstruksi pembangunan Gedung C dan Museum Nasional Tahap IV (empat).
Catatan Buruk
Dari dokumen Klikanggaran.com diketahui, realisasi volume yang dilaporkan dalam laporan proyek dianggap kurang dapat diyakini. Sebab, terdapat perbedaan realisasi penggunaan bahan dari laporan dan kenyataan. Bahkan sampai ada realisasi biaya yang tidak dijelaskan jumlah volumenya, tetapi tercantum nilai rupiahnya. Ini ada pada 184 item pekerjaan yang terdiri dari 46 item bahan, 37 item pekerjaan upah, 9 item pekerjaan peralatan, 79 item pekerjaan subkontraktor, 4 item bank, dan 9 item biaya administrasi umum sebesar Rp15.951.816.017.
Selain itu, ditemukan perbedaan pengenaan harga satuan pekerjaan minimal sebesar Rp5.478.453.943. Dalam pelaksanaan proyek, PT Nindya Karya melakukan perjanjian baik dengan subkontraktor maupun dengan vendor dan supplier penyedia bahan.
Perjanjian tersebut dituangkan dalam kontrak yang di antaranya memuat nilai pekerjaan yang disubkontrakkan dan harga satuan bahan yang akan diadakan. Namun, dari masing-masing kontrak tersebut dilakukan perbandingan dengan jumlah nilai pekerjaan yang dilaporkan, ternyata terdapat selisih minimal sebesar Rp5.478.453.943.
Catatan buruk lainnya adalah atas realisasi biaya adinistrasi umum. Ternyata tidak diketahui rincian penggunaanya sebesar Rp2.426.401.727. Sehingga publik mencurigai, realisasi biaya administrasi tersebut ada yang tidak beres. Hal inilah yang melatarbelakangi adanya sebuah tulisan mengenai catatan buruk PT Nindya Karya terhadap pengelolaan proyek pekerjaannya.
PT Nindya Karya Bukannya Dapat Laba, Tapi Malah Denda, Menyedihkan?