Menelisik Apakah Penjualan Gas Blok Jambi Merang Rugikan Negara?

photo author
- Rabu, 9 Januari 2019 | 12:21 WIB
Penjualan Gas
Penjualan Gas

Palembang, Klikanggaran.com (09-01-2019) - Saat ini aparat hukum sedang meneliti, apakah ada kerugian negara dalam penjualan gas bagian negara oleh PDPDE Sumsel? Seperti diketahui, penjualan gas ini bekerja sama dengan PT DKLN yang dikomandoi Mudai Madang cs.

Mengingat bagian terbesar keuntungan menjadi milik PT DKLN selaku mitra joint venture PDPDE Sumsel. Kerja sama tersebut terkesan terlihat timpang. Persentase keuntungan yang diterima Pemprov Sumsel melalui PDPDE Sumsel tak sesuai bila dibandingkan dengan yang diterima PT DKLN.

Di mana Pemprov Sumsel hanya mendapat US$ 0,1 per MMBTU atau 10 sent dolar per MMBTU. Sementara, PT DKLN mendapat lebih dari US$ 2 per MMBTU. Secara persentase, bagi hasil Pemprov dengan PT DKLN adalah 0.5% : 95,5%.

Simak pernyataan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar kepada awak media kala itu (Senin, 19/12/2016). Arcandra menuturkan, sistem Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract/PSC) dan cost recovery menggunakan hitungan konvensional base split. Dalam bagi hasil minyak memiliki komposisi sebesar 85 persen untuk pemerintah dan 15 persen bagi kontaktor. Sedangkan bagi hasil gas, pemerintah sebesar 70 persen dan 30 persen kontraktor (Base split).

Arcandra juga mengungkapkan, nantinya mekanisme gross split diterapkan maka hasil produksi akan tetap dibagi dua yaitu bagian pemerintah dan kontraktor. Namun perbedaannya, pembagian dilakukan berdasarkan tiga hal. Pertama, dia menyebutkan, pembagian dasar (base split) gas bumi yang telah ditetapkan 70 persen pemerintah dan 30 persen kontraktor.

Arcandra melanjutkan, setelah membaginya dalam base split, kemudian ada variabel split dengan melihat lokasi blok migas. Apakah berada di lepas pantai ataukah laut dalam, maka bagiannya akan berbeda.

Penjualan Gas


Kemudian dengan melihat jenis blok berdasarkan kondisi geologi, dan kesulitan dalam pencarian kandungan migas semakin banyak kandungan Hidro karbon. Maka semakin besar kontraktor mendapat splitnya.

"Kemudian variable split, kita lihat yang pertama lokasinya. Kalau dia offshore (lepas pantai), dia tambah split 0. Kalau dia deep water dia tambah 4 persen," ujar Arcandra.

"Kedua, apa sekarang geologi ini konvensional atau unkonvensional. Kalau konvensional maka kita dapatkan splitnya 0 persen. Kalau unkonvensional kita tambah lagi splitnya jadi 5 persen. Ketiga, CO2 kalau punya banyak 0-1 persen atau 2-5 persen maka dia tambah split ‎1persen," contoh Arcandra.‎

Selain variabel di atas, kondisi harga minyak juga menjadi perhitungan pembagian split. Apabila harga minyak sedang rendah di bawah harga normal, maka kontraktor mendapat split dari hasil produksi migas. Namun, jika harganya tinggi maka negaralah yang akan mendapat tambahan splitnya.

"Jadi enggak ada lagi dinamakan profit terlalu gede. Semuanya berkeadilan. Kalau oil price turun maka kita kasih insentif lebih besar ke K3S. Kalau oil price naik maka K3S harus mengganti split back to government sebesar scale yang kita terapkan," tutup Arcandra.

Profit Daerah


Lalu, bagaimanakah cost recovery (pengembalian/pemulihan biaya) dalam industri migas. Kontraktor mempunyai kewajiban untuk menalangi terlebih dahulu biaya operasi yang diperlukan. Kemudian diganti kembali dari hasil penjualan atau dengan mengambil bagian dari minyak dan gas bumi yang dihasilkan.

Besaran penggantian biaya operasi ini tidak harus selalu penggantian penuh (full recovery). Bisa saja hanya sebagian tergantung dari hasil negosiasi.

Pembagian hasil produksi (production split) setelah dikurangi biaya operasi dan kewajiban lainnya merupakan keuntungan yang diperoleh oleh kontraktor. Dan, pemasukan dari sisi negara dengan mengacu kepada pembagian dasar (base split) gas bumi yang telah ditetapkan 70 persen pemerintah dan 30 persen kontraktor.

Lalu, bagaimanakah skema bagi hasil persentase keuntungan yang di terima Pemprov Sumsel melalui PDPDE Sumsel? Bila dibandingkan yang diterima PT DKLN. Di mana Pemprov Sumsel hanya mendapat US$ 0,1 per MMBTU atau 10 sent dolar per MMBTU. Sementara PT DKLN disinyalir mendapat US$ 2,3 per MMBTU. Secara persentase bagi hasil Pemprov dengan PT DKLN adalah 0.5% : 95,5%.

Maka jawabnya adalah tidak mempunyai dasar perhitungan mekanisme base split ataupun gross split. Dan, merupakan potensi kerugian negara karena faktor untuk menentukan persentase bagi hasil tidak jelas. Serta tidak mengacu kepada aturan yang biasa dipakai dalam bagi hasil migas.

Dasar Perhitungan Mekanisme


Biaya produksi yang dikeluarkan oleh PT DKLN melalui perusahaan patungan PT PDPDE Gas. antara lain berupa sarana transfortasi pemipaan sepanjang 53 Km senilai kurang lebih Rp53 miliar. Di mana dalam jangka 8 tahun kontrak untuk cost recovery (pengembalian/pemulihan biaya).

Harga pembelian gas bumi dari PHE-Talisman senilai US$ 5,4 merupakan biaya produksi PHE-Talisman. Bila di jual sendiri oleh kontaktor bagi hasil yaitu Talisman-Pacific Oil. Maka persentase bagi hasil maksimanal 65 : 35 dimana 65% merupakan hak negara.

Diregulasi Pemerintah pusat dengan memberikan hak jual Gas Bagian Negara kepada Pemerintah daerah. Adalah untuk keuntungan sebesar-besarnya bagi Pemerintah Daerah. Guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, bukannya untuk keuntungan sebesarnya korporasi.

Surat Gubernur Sumatera Selatan No.541/0198/IV/2010 meminta BPMIGAS untuk menyetujui penjualan gas bagian negara. Yang dialihkan peruntukanya dari untuk kebutuhan energy masyarakat Sumatera Selatan menjadi untuk memenuhi kebutuhan industri di Provinsi Jambi.

Dugaan yang Muncul

Surat itu disetujui oleh kepala BPMIGAS Priyono. Patut diduga merupakan awal terjadinya kerugian Pemrov Sumsel selama 8 tahun kerja sama dengan PT DKLN.

Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumsel harus berhati-hati dalam menelaah keterangan saksi dari PT DKLN, PT PDPDE Gas ataupun PDPDE Sumsel. Karena salah-salah terjebak dalam agreement jual beli PDPDE Sumsel dan PT PDPDE Gas.

Adalah hal yang sangat tidak masuk akal. Bila hak jual gas bagian negara hanya dihargai 10 sent dolar dalam perjanjian jual beli gas PT PDE Gas dan PDPDE Sumsel. Dan, juga sangat aneh, PDPDE Sumsel berjanji dengan PT PDPDE Gas yang merupakan perusahaan patungan. Hasil joint venture dengan PT DKLN atau ibaratnya anak menikahi ibu kandungnya.

Keuntungan sebesar kira-kira 95,5% merupakan suatu hal yang tidak masuk di akal. Menurut saya, ini harus diungkap oleh aparat hukum. Jangan sampai menjadi modus perampokan sumber daya alam berkedok kerja sama operasi.

Demikian disampaikan Aktivis Korupsi Sumatera Selatan, Ir Feri Kurniawan, diterima klikanggaran.com, Rabu (09-01-2019).

Baca juga : Ada Dugaan Kejahatan Korporasi pada Perjanjian Jual Beli Gas Blok Jambi-Merang?

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X