Melalui pendekatan ini, kita dapat melihat bahwa "172 Day" bukan sekadar sebuah cerita, tetapi sebuah konstruksi bahasa yang menggugah pikiran dan emosi pembaca.
Dengan memadukan keahlian naratif yang kuat dengan pemahaman tentang strukturisme linguistik dari Saussure, Nadzira Shafa berhasil menciptakan karya yang membingkai pengalaman manusiawi dengan cara yang mendalam dan mendalam.
Dengan demikian, "172 Day" tidak hanya memenuhi harapan sebagai sebuah novel sastra, tetapi juga menjadi perjalanan intelektual dan emosional yang menggetarkan jiwa pembaca dalam eksplorasi batin yang mendalam dan berarti.
Artikel ini ditulis oleh Enden Muhammad Mamduh, mahasiswa Sastra Indonesia, Universitas Pamulang)
DISCLAIMER: Isi artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis; isi artikel ini juga tidak mencerminkan sikap dan kebijakan redaksi klikanggaran.com.