Pesan moral cerita juga diangkat dari latar sosial-ekonomi tersebut. novel dan gilm menekankan pentingnya perencanaan keuangan dan keadilan dalam keluarga.
Tokoh Kaluna pada akhirnya belajar memprioritaskan kebutuhan keluarga sambil tetap mengejar impian secara realistis.
Almira Bestari pun menyarankan agar generasi sandwich foksu pada kemandirian finansial sebelum mengajukan pinjaman besar. Filmnya juga menyinggung perasaan anak-anak yang kadang “tersisih” dalam keluarga besar.
Dengan ini, untuk memberi pelajaran bagi orang tua agar lebih adil dan anak mampu bersuara. Dengan kata lain, pembaca atau penonton diharapkan menangkap nilai disiplin, kerja keras dan komunikasi dalam menghadapi krisis ekonomi keluarga.
Secara keseluruhan, baik novel maupun film Home Sweet Loan sama-sama menyajkan cerita relevan tentang perjuangan anak muda Indonesia.
Novel memberi pengalaman emosional yag detail dan relektif, sedangkan film menguatkan intisari cerita lewat visual dan musik.
Bagi pembaca dan penonton masa kini, keduanya menyajikan pelajaran penting untuk mengenali realita generasi sandwich, menyusun strategi finansial nijak, dan memahami nilai keluarga. Dengan gaya bahasa santai tapi padat makna, artikel ini mengajak kita menengoko dua versi karya yang mneginspirasi tersebut.***
Artikel ini ditulis oleh Novi Yanti Wulandari (Mahasiswa Sastra Indonesia, Universitas Pamulang)
Artikel Terkait
Analisis Struktural Novel "Bumi Cinta" Karya Habiburahman El-Shirazy dengan Pendekatan Roland Barthes: Simbolisme dan Makna Tersembunyi
UPDATE Kasus Kematian Siswa SMPN 19 Tangsel: Polisi Selidiki Dugaan Perundungan dan Periksa Enam Saksi
Resensi Novel dan Film Diaku Imamku: Romansa, Dilema Moral, dan Adaptasi Layar Lebar
Dari Kata ke Layar: Kajian Bandingan Novel dan Film 172 Days dalam Mengungkap Makna Cinta dan Keikhlasan
Bahasa Remaja sebagai Identitas Sosial dalam Novel dan Film Mariposa: Tinjauan Sosiolinguistik