(KLIKANGGARAN) - Julukan “cowboy style” kini erat melekat pada Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Purbaya Yudhi Sadewa. Bukan hanya publik di dalam negeri, media Singapura The Straits Times juga menyoroti gaya komunikasinya.
Dalam analisis berjudul “Indonesia's new 'cowboy style' finance minister bets big on growth” pada Senin, 15 September 2025, media tersebut menulis:
“Purbaya mengatakan ia menargetkan pertumbuhan 6 hingga 7 persen melalui belanja pemerintah yang lebih cepat, dan mengalihkan Rp200 triliun dari bank sentral ke bank-bank komersial.”
Namun, The Straits Times mengingatkan, "Faktor politik, berisiko menimbulkan ketidakstabilan pasar meskipun ia berniat untuk menstimulasi perekonomian."
Sejak resmi menggantikan Sri Mulyani pada 8 September 2025, gaya komunikasi Purbaya jadi perhatian publik. Berikut empat momen yang memperlihatkan gaya koboi ala Menkeu baru RI:
1. Dulu Leluasa, Sekarang Disorot
“Waktu di LPS sih nggak ada yang monitor, jadi saya tenang. Ternyata kalau di keuangan beda Bu (Sri Mulyani), salah ngomong dipelintir sana-sini,” kata Purbaya pada 9 September 2025. Ia juga bercanda, “Kalau kata Bu Sri Mulyani gayanya koboi.”
2. Dampak Nyata dari Tuntutan 17 Plus 8
“Kalau waktu Ketua LPS saya katanya ngomongnya agak koboi, sekarang nggak boleh,” ujarnya dalam rapat kerja perdana bersama DPR, 10 September 2025.
Ia menambahkan, “Saya baru merasakan dampaknya, rupanya beda. Jadi sekarang saya akan mengacu ke pidato yang sudah disiapkan oleh staf saya di sini. Jadi nggak ada sesi bebas lagi.”
3. Menkeu Baru Itu Siap Dikritik
Purbaya mengaku spontanitas sudah jadi bagian dirinya, tapi kini harus lebih menahan diri. “Mohon dimaklumi, saya juga masih kaget atas penunjukan sebagai menteri,” katanya. Ia pun menegaskan, “Dalam beberapa bulan ke depan, saya siap dikritik habis-habisan.”
Baca Juga: Kabar Gembira! Bandara Andi Djemma Kini Layani Pesawat ATR72-500 Rute Makassar - Masamba
4. Taruhan di Awal Jabatan
Julukan koboi menjadi taruhan awal kepemimpinannya. Di satu sisi, ia dinilai berani dengan target pertumbuhan tinggi.
Namun, gaya komunikasinya yang terlalu lugas bisa berisiko menimbulkan polemik dan menggerus kredibilitasnya sebagai bendahara negara.**