(KLIKANGGARAN) – Anggota Komisi III DPR, Abdullah, menyampaikan agar Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak melanjutkan wacana pelaporan influencer Ferry Irwandi ke pihak kepolisian.
Menurut Abdullah, TNI sebagai institusi tidak memiliki kedudukan hukum untuk membawa perkara ini ke ranah pelaporan.
“Saya menilai tak perlu dilanjutkan, karena rencana pelaporan tersebut tidak sesuai dengan UUD 1945, UU TNI dan Putusan MK Perkara Nomor 105/PUU-XXII/2024,” kata Abdullah kepada wartawan pada Kamis, 11 September 2025.
“Dalam putusan tersebut, frasa ‘orang lain’ dalam Pasal 27A UU ITE dibatasi hanya untuk individu perorangan yang merasa dirugikan, bukan lembaga pemerintah, korporasi, profesi, atau jabatan,” paparnya.
Abdullah menekankan bahwa penyampaian aspirasi merupakan hak warga negara dalam sistem demokrasi yang dijamin konstitusi.
“Berkumpul dan menyampaikan pendapat adalah hak yang dilindungi dan ini adalah mekanisme yang mesti dijalankan untuk terus meningkatkan kualitas demokrasi melalui partisipasi rakyat dan check and balances antar lembaga,” kata politikus dari PKB itu.
Ia mengingatkan bahwa menjunjung supremasi sipil merupakan hal yang fundamental, karena pelaporan justru bisa menimbulkan rasa takut di kalangan masyarakat.
“Artinya, menghormati supremasi sipil, menghormati HAM, dan berpegang pada jati diri bangsa,” tambahnya.
Rencana pelaporan ini muncul setelah empat jenderal TNI melakukan konsultasi ke Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya pada Senin, 8 September 2025.
Baca Juga: Pestapora, Freeport, dan Dilema Integritas di Panggung Musik
Mereka datang untuk membahas pernyataan maupun tindakan CEO Malaka Project itu terkait demonstrasi Agustus 2025 lalu.
TNI menyebut telah memiliki bukti bahwa Ferry melakukan dugaan tindak pidana, meski rincian perbuatannya tidak dijelaskan secara terbuka.**