(KLIKANGGARAN) — Pernyataan kontroversial Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, yang menyebut maraknya pemberitaan tentang kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren terlalu dibesar-besarkan, mendapat banyak tanggapan dari berbagai pihak.
Menurut Menag, jumlah kasus sebenarnya kecil, tetapi terlihat masif akibat sorotan media di berbagai platform. Ucapan ini lantas memicu diskusi hangat, khususnya dari kelompok pegiat perlindungan anak serta tokoh publik.
Banyak yang menilai komentarnya tidak sensitif terhadap realitas korban dan konteks kekerasan dalam institusi berbasis agama.
Baca Juga: DDI Masamba Bangga Ikut Napak Tilas Religi di Desa Pattimang, Harap Jadi Agenda Rutin Tahunan
Salah satu yang merespons tegas adalah Pandji Pragiwaksono melalui kanal YouTube-nya, pada Selasa, 28 Oktober 2025.
“Menteri Agama, Nasaruddin Umar membuat pernyataan yang sampai sekarang masih dibahas oleh banyak pihak. Beliau bilang media membesarkan berita tentang kekerasan seksual yang terjadi di pesantren,”ujar Pandji.
“Ini membuat gusar banyak orang. Kita sebagai masyarakat mendengar pernyataan itu kok, agak tidak masuk akal," imbuhnya.
Komentar Pandji mencerminkan kecemasan sebagian publik atas meningkatnya laporan kekerasan pada santri. Banyak korban justru bungkam karena relasi kuasa, stigma, serta budaya tutup mulut dalam lingkungan pesantren.
Baca Juga: Mahfud MD Soal Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Secara Yuridis Memenuhi Syarat, Tapi Aspek Sosial Perlu Dilihat
Kritik Terhadap Respons Menag
Pandji menyoroti kasus besar yang mencuat pada Desember 2024 di Maros, Sulawesi Selatan, melibatkan 20 santriwati sebagai korban pelecehan. Menurutnya, angka itu saja sudah menggambarkan urgensi persoalan.
"Berdasarkan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), ada 573 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan pada 2024,”
terang Pandji.
“Sebanyak 36 persennya terjadi di lingkungan berbasis agama seperti pesantren,” imbuhnya.
Ia menegaskan bahwa persoalan ini bukan isu yang dibesar-besarkan, melainkan masalah besar yang patut menjadi perhatian agar tidak berulang.
“Saya menyoroti, ini 20 orang, bisa jadi anak atau adik seseorang yang dilecehkan oleh satu pengajar di pondok pesantren,”sebutnya.
“Itu saja sudah besar. Jadi kalau dibilang dibesar-besarkan, menurut saya itu tidak logis,” sambung Pandji.
Artikel Terkait
Inilah Alasan Menteri PU Soal Renovasi Pesantren Al Khoziny Pakai Dana APBN, Menag Akui Banyak Ponpes Kekurangan Anggaran
Wacana Bangun Ulang Ponpes Al Khoziny Pakai APBN Masih Belum Final, DPR Ingatkan Risiko Kecemburuan antar Pesantren
IKA PMII UI Kecam Keras Trans7: Tayangan yang Menghina Pesantren Harus Diproses Hukum
Hari Santri Nasional 2025, Momentum Merawat Tradisi Pesantren
Apa Saja Alasan Presiden Prabowo Setujui Pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren di Kemenag