“Dari perubahan kultural, dari hasil riset yang sudah kami lakukan, ini yang dikehendaki masyarakat bahwa Polri jangan berlaku hedon, flexing. Polri harus betul-betul melihat kondisi masyarakat secara obyektif,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa masih terdapat arogansi dalam perilaku aparat.
“Kami sudah membuat buku dos and don’ts yang menjadi pedoman bagi anggota Polri,” imbuhnya.
Pengawasan internal pun diakui masih memiliki celah.
Baca Juga: BEM UI Demo Tolak KUHAP Baru, DPR Tetap Sahkan dan Tetapkan Berlaku 2 Januari 2026
“Kemudian peningkatan pengawasan internal, ini yang dikeluhkan masyarakat. Kenapa terjadi arogansi? Kenapa terjadi perilaku-perilaku menyimpang abuse of power? Pengawasan kami kurang kuat,” ucap Dedi.
Evaluasi Penanganan Unjuk Rasa
Dedi juga menilai perlunya perubahan paradigma pengamanan demonstrasi setelah gelombang aksi pada Agustus 2025.
“Perubahan ini harus kami lakukan, dari paradigma menghadapi massa menjadi melayani massa karena massa yang menyampaikan aspirasinya merupakan wujud demokrasi yang harus kami jaga,” tandasnya.**
Artikel Terkait
Komisi Reformasi Polri Bakal Tambah Satu Anggota Perempuan, Jimly Pastikan Usulan Langsung dari Presiden Prabowo
Polres Nagan Raya Gelar Jumat Berkah, Salurkan Sembako bagi Warga Miskin Beutong sebagai Wujud Kepedulian Sosial Polri
Komisi Reformasi Polri Ungkap Tumpukan Masalah: Intervensi Politik–Bisnis hingga Krisis Kepercayaan Publik
Mantan Wakapolri Soroti Perkap Era Tito: Desak Komisi Reformasi Polri Benahi Kepastian Hukum dan Tata Aturan Penyidikan
Polri Ungkap Rekrutmen Teroris Libatkan 110 Anak via Medsos & Game, 2 Tersangka Dewasa Ditangkap