Re OTT Patrialis

photo author
- Minggu, 29 Januari 2017 | 13:18 WIB
images_berita_Jan17_WhatsApp-Image-2017-01-29-at-20.06.45
images_berita_Jan17_WhatsApp-Image-2017-01-29-at-20.06.45

Jakarta, Klikanggaran.com (29/01/2017) - Sejujurnya saya menahan untuk berkomentar terkait OTT KPK terhadap Hakim MK, Patrialis Akbar. Awalnya saya lebih memilih menunggu perkembangan proses hukum yang sedang berjalan saja.

 

Ibarat petir yang hadir di siang bolong, rasanya tidak mungkin, tidak percaya kejadian ini terulang kembali di MK. Saya sangat kecewa, turut berduka cita dan sangat memahami apabila saat ini kita semua berduka. Indonesia kembali berduka, rakyat kembali dipaksa untuk menerima bahwa sistem dan penegakan hukum yang ada di Mahkamah Konstitusi sangatlah bobrok, memalukan, dan harus segera dibenahi. Ini hukumnya sudah "keadaan darurat hukum", di mana MK yang diamanahkan sebagai "pengawal konstitusi" dan "penjaga demokrasi", masih belum dapat memulihkan kepercayaan publik dan mensucikan diri untuk keluar dari potret peristiwa kelam saat tertangkapnya Akil Mochtar.

 

Bayangkan, di tangan merekalah nasib umat dan bangsa ini ditentukan. Tapi, ternyata faktanya hukum, keadilan, dan undang-undang sebagai wujud kedaulatan dapat dengan mudahnya dipermainkan, ditransaksikan, bahkan dibuat sebagai komoditas yang materi muatannya sejati sangat jauh dari kehendak rakyat.

 

Saya sangat menghormati upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK. Dan, seandainya terbukti benar, saya sangat apresiasi dengan kinerja KPK periode ini. Tidak banyak berpolemik, tapi kerjanya terukur dan cukup memenuhi kebutuhan publik akan penegakan hukum berskala besar dan berdampak masiv. Walaupun demikian, saya tetap minta semua pihak untuk mengedepankan azas praduga tak bersalah. Kalau sepintas selalu saya melihat Pak Patrialis itu hakim yang baik, cepat belajar, dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pun relevan serta persidangan dapat berjalan efektif. Beliau agamanya baik, orangnya santun dan hangat. Jadi saya pun awalnya agak tidak percaya, walaupun sebelum naik ke media cetak saya sudah dengar info tersebut melalui bisik-bisik tetangga. Apalagi dikait-kaitkan dengan teman wanita. Sedih rasanya mendengar berita ini.

 

Saya meminta kejadian ini agar dapat dijadikan momentum bagi semua pihak, baik pemerintah, hakim, dan seluruh jajaran yang ada di MK, penegak hukum, dan hakim yang akan mengadili nantinya. Pemerintah sebagaimana dinyatakan dalam Nawacita keempatnya yakni menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. Di wajib hukumnya untuk benar-benar memperlihatkan komitmennya terhadap pernaikan sistem dan kelembagaan penegakan hukum di MK.

 

Di depan mata, Pemerintah wajib mencari hakim pengganti Pak Patrialis dengan melakukan mekanisme rekrutmen yang transparan, melibatkan stakeholder penegakan hukum dan dapat diterima secara moral dan etika oleh publik. Kemudian merumuskan design rekrutmen hakim MK yag transparan, akuntabel, dan berbasis merit dan integritas.

 

Tidak seperti saat ini, pemerintah merekrut 3 nama dengan begitu tertutupnya, terkesan tidak berbasis kompetensi melainkan relasi. Mahkamah Agung juga seperti itu, tiba-tiba muncul tiga nama yang juga membuat kita semua kaget karena kehadiran mereka jauh dari yang diharapkan untuk menutup ruang kosong 6 orang yang tidak berlatar belakang hakim. Dan, justeru calon yang diusulkan oleh DPR lah yang dalam prakteknya lebih tidak bermasalah karena prosesnya lebih terbuka dan melibatkan publik.

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Heryanto

Tags

Rekomendasi

Terkini

X