(KLIKANGGARAN) – Setiap 17 Agustus rakyat Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan penuh sukacita, mengenang detik-detik lahirnya bangsa yang merdeka.
Namun, sedikit yang mengetahui bahwa pada mulanya tanggal proklamasi tidak ditetapkan pada 17 Agustus 1945.
Menurut catatan sejarah yang ditulis Aboe Bakar Lubis dalam karya berjudul “Kilas-Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi (1992)”, kemerdekaan sempat dijadwalkan jatuh pada 24 Agustus 1945.
Rencana ini muncul setelah pertemuan tokoh nasional dengan pihak Jepang di Dalat, Vietnam, pada 12 Agustus 1945.
Saat itu, Soekarno, Mohammad Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat menemui Marsekal Terauchi, Panglima Militer Jepang di Asia Tenggara. Di pertemuan tersebut, kabar besar disampaikan.
Terauchi menegaskan Jepang sudah hampir kalah perang setelah Hiroshima dan Nagasaki hancur dihantam bom atom Amerika Serikat. Karenanya, Jepang menjanjikan Indonesia boleh segera merdeka.
“Kapanpun bangsa Indonesia siap, kemerdekaan boleh dinyatakan,” kata Terauchi dalam pertemuan tersebut.
Ia bahkan menyarankan pelaksanaan proklamasi dilakukan 24 Agustus 1945, dengan persiapan dimulai sehari sebelumnya.
Soekarno bersama rombongan pun menyepakati usulan itu. Catatan Aboe Bakar Lubis menjelaskan kabar bahagia itu langsung mereka bawa pulang ke Tanah Air.
"Namun, situasi berubah cepat. Pada 14 Agustus 1945, Jepang resmi menyerah kepada Sekutu. Kabar tersebut memicu perpecahan di kalangan pergerakan nasional antara golongan tua dan golongan muda," tulis Aboe Bakar Lubis dalam bukunya.
Golongan muda seperti Sutan Syahrir, Wikana, hingga Chairul Saleh kemudian menekan agar proklamasi digelar segera, tanpa menunggu arahan Jepang. Mereka khawatir kemerdekaan hanya akan menjadi permainan politik negeri Sakura.