(KLIKANGGARAN) — Kasus penggunaan jet pribadi oleh pimpinan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terus bergulir setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras pada Selasa, 21 Oktober 2025.
Dalam temuan DKPP, sejumlah anggota KPU diketahui menggunakan pesawat mewah jenis Embraer Legacy 650 puluhan kali selama masa Pemilu 2024. Tindakan tersebut dinilai menyalahi kode etik penyelenggara pemilu.
Sorotan terhadap kasus ini semakin meluas hingga ke parlemen. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, menegaskan pihaknya akan memanggil Ketua dan seluruh anggota KPU untuk memberikan penjelasan terkait penggunaan fasilitas tersebut.
“Setelah masuk sidang akan kami tanyakan soal ini. Catatan agar lebih prudent lagi dalam penggunaan uang negara,” ujar Dede kepada awak media di Jakarta, Rabu 22 Oktober 2025.
DPR Siapkan Pemeriksaan Anggaran
Usai sanksi dijatuhkan, Komisi II DPR menyatakan akan menelusuri lebih dalam penggunaan dana yang berkaitan dengan kasus penyewaan jet pribadi itu.
“Fasilitas digunakan untuk memperlancar pekerjaan tugas negara, bukan untuk kegiatan di luar itu,” tegas Dede.
Sorotan terhadap KPU juga kembali membuka perdebatan mengenai batas wajar penggunaan fasilitas negara oleh pejabat publik. Dalih efisiensi waktu kini berhadapan dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas publik.
Kronologi Kasus Sewa Jet Pribadi
Kasus bermula ketika diketahui bahwa KPU menyewa jet pribadi untuk mendukung kegiatan monitoring dan distribusi logistik Pemilu 2024. Ketua DKPP, Heddy Lugito, menegaskan bahwa praktik ini bertentangan dengan kode etik penyelenggara pemilu.
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada teradu I Muhammad Afifuddin selaku ketua merangkap anggota KPU dan kepada anggota lainnya,” ujar Heddy dalam sidang putusan DKPP secara daring, Selasa 21 Oktober 2025.
Selain Afifuddin, DKPP juga memberi peringatan keras kepada Sekretaris Jenderal KPU RI, Bernad Darmawan Sutrisno, sementara nama Betty Epsilon Idroos direhabilitasi karena tidak terbukti melakukan pelanggaran.