(KLIKANGGARAN) – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek.
Keputusan tersebut diumumkan setelah penyidik memeriksa 120 saksi dan 4 saksi ahli. Usai penetapan status tersangka, Nadiem langsung dibawa ke rumah tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
“Tersangka NAM (Nadiem Anwar Makarim) akan dilakukan penahanan di rutan selama 20 hari ke depan sejak hari ini 4 September 2025 bertempat di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” jelas Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Kamis 4 September 2025.
Saat digiring menuju mobil tahanan, Nadiem terlihat mengenakan rompi pink khas Kejagung dan tangan terborgol. Mantan Mendikbudristek periode 2019–2024 itu membantah semua tuduhan yang diarahkan kepadanya.
“Saya tidak melakukan apa pun. Tuhan akan melindungi saya, kebenaran akan keluar,” kata Nadiem kepada awak media.
Ia juga menegaskan bahwa integritas dan kejujuran adalah prinsip utama dalam hidupnya.
“Allah akan mengetahui kebenaran. Bagi saya, seumur hidup saya integritas nomor satu, kejujuran adalah nomor satu. Allah akan melindungi saya, Insya Allah,” ucapnya.
Kasus yang menyeret Nadiem berkaitan dengan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek periode 2019–2022.
Kejagung menyebut, pada Februari 2020, Nadiem sempat mengadakan pertemuan dengan Google Indonesia untuk membahas proyek Chromebook.
Meski uji coba 1.000 unit pada 2019 menunjukkan perangkat tidak layak digunakan, terutama di wilayah 3T (terluar, tertinggal, dan terdalam), proyek tetap dipaksakan berjalan.
Atas perbuatannya, Nadiem disangkakan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Kerugian negara akibat kasus ini ditaksir mencapai Rp1,98 triliun, dan perhitungannya masih dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).**