JAKARTA, KLIKANGGARAN--Selama masa pandemi covid 19, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat menerima 8 (delapan) kasus pengaduan terkait masalah tunggakan SPP di 7 (tujuh) sekolah swasta yang terdiri dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sebanyak 5 (lima), 1 SMPS dan 1 SMKS; serta 1 (satu) SMK Negeri. Pengaduan berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali. Mayoritas pengaduan diselesaikan melalui jalur mediasi, sehingga pemenuhan hak anak atas pendidikan tetap dapat dijamin.
Baca Juga: Akun Twitter Trump Dimatikan
Adapun masalah yang diadukan terkait SPP meliputi: Pertama, Permintaan keringanan besaran uang SPP mengingat semua siswa Belajar Dari Rumah (BDR) atau dikenal dengan istilah PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Dasar permintaan orangtua adalah banyak orangtua terdampak ekonomi akibat pandemic covid 19n sementara pengeluaran rutin sekolah pastilah berkurang karena tak ada aktivitas pembelajaran tatap muka (PTM); Kedua, Adanya “ancaman” pihak sekolah kalau tidak mencicil atau membayar tunggakan SPP maka siswa yang bersangkutan tidak dapat mengikuti ujian akhir semester. Ini artinya akan berdampak pada kenaikan kelas siswa;
Ketiga, ada yang ingin pindah ke sekolah negeri atau sekolah swasta yang lebih murah, namun terkendala dokumen raport hasil belajar dan surat pindah dari sekolah asal sebelum melunasi SPP yang tertunggak, padahal orangtua memang tidak mampu membayar tunggakan tersebut karena terdampak ekonomi dari pandemic covid 19, kecuali diberi keringanan dan dapat dicicil. Dengan tidak memberi dokumen dan surat pindah, berarti orangtua siswa akan kesulitan untuk mencari sekolah baru;
Keempat, kasus terbaru yang diterima KPAI, dimana orangtua siswa SD mengaku diminta pihak Yayasan untuk mengundurkan diri karena menunggak SPP sejak April 2020. Adapun besaran SPP adalah Rp 1.080.000 sampai Rp 1.250.000 per bulan. Seluruh dokumen raport dan surat pindah tidak akan diberikan sebelum tunggakan dilunasi, padahal orangtua tersebut mengalami kesulitan ekonomi sejak masa pandemic covid 19.
“Membayar SPP adalah kewajiban orangtua, kewajiban anak adalah belajar, jadi pihak sekolah jangan memberi sanksi siswa ketika ada tunggakan SPP. Anak tidak bersalah, jadi tak layak diancam apalagi diberi sanksi,” ujar Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan.
Kronologi Orangtua Siswa Diminta Mengundurkan Diri
Pada 11 Desember 2020, pengadu mendapat surat tagihan SPP sejak April-Desember 2020 dan harus dilunasi dalam waktu 4 hari, karena tidak sanggup melunasi akibat terdampak ekonomi dari pandemi covid, maka pengadu mengajukan permohonan penangguhan pembayaran SPP secara tertulis kepada pihak Yayasan melalui Kepala Sekolah.
Baca juga: Komnas HAM Paparkan Hasil Investigasi Tewasnya 6 Anggota FPI
Pengadu berharap ada mediasi dengan pihak manajemen sekolah, namun pada 23 Desember justru pihak pengadu diminta mengundurkan diri dan wajib membayar tunggakan. “Diminta mengundurkan diri, berarti harus mencari sekolah baru, namun semua dokumen rapor dan surat pindah dari sekolah asal ditahan pihak sekolah sampai pelunasan tunggakan SPP. Lembaga pendidikan yang berbentuk Yayasan pendidikan memiliki fungsi social dan kemanusiaan, jadi seharusnya tidak merampas hak anak atas pendidikan,” urai Retno Listyarti.
Pengadu baru menyampaikan pengaduan ke KPAI pada Senin (4/1) melalui pengaduan langsung. Hari selasa, analis pengaduan membuat ringkasan kasus dan menyampaikan kepada asisten komisioner bidang pendidikan pada selasa (5/1). “Pada Rabu (6/1), sesuai SOP Pengaduan, maka KPAI bersurat untuk memanggil pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta untuk dimintai keterangan dan klarifikasi sebagai pihak teradu. Karena prinsip di KPAI, kedua pihak, yaitu pengadu wajib didengarkan keterangannya dan pihak teradu juga harus dimintai klarifikasi dan aduan yang diterima KPAI,” tambah Retno.
Pengadu tampaknya menyampaikan informasi dan penjelasan rinci telah melakukan pengaduan ke KPAI kepada awak media, sehingga pengaduan yang masih diproses KPAI menjadi pemberitaan. “KPAI biasanya tidak pernah menyampaikan kepada public pengaduan yang diterimanya, karena memang melindungi pengadu dan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak pengadu,” ungkap Retno.
Pengadu dan Teradu Sudah Mediasi Dengan DiSaksikan Dinas Pendidikan
Pengadu datang kembali ke KPAI pada Jumat (8/1) untuk menyampaikan bahwa dirinya sudah melakukan mediasi dengan pihak sekolah dengan dihadiri perwakilan pihak Sudin Pendidikan Jakarta Timur wilayah 1 dan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta. Hasil mediasi siswa tetap bersekolah di sekolah tersebut, dan sudah diberi akses oleh pihak sekolah. Namun, orangtua siswa tidak mencabut pengaduan di KPAI dan tetap meminta KPAI melanjutkan proses hingga mediasi di KPAI.