"Itu dimaksudkan bahwa untuk menjamin keberlangsungan program dan hak peserta. Jadi kita, di UU sendiri mengedepankan haknya peserta," klaim Indra.
Indra juga memandang bahwa iuran BPJS Kesehatan dalam Perpres 64/2020 yang besarannya tidak jauh berbeda dengan Perpres 75/2019, sudah sesuai dengan UU BPJS Pasal 56 ayat (3).
Isi Pasal 56 ayat (3) UU BPJS Kesehatan berbunyi, Kondisi tertentu yang memberatkan perekonomian dapat berupa tingkat inflasi yang tinggi, keadaan pasca-bencana yang mengakibatkan penggunaan sebagian besar sumber daya ekonomi negara, dan lain sebagainya. Tindakan khusus untuk menjaga kesehatan keuangan dan kesinambungan penyelenggaraan program Jaminan Sosial antara lain berupa penyesuaian Manfaat, Iuran, dan/atau usia pensiun, sebagai upaya terakhir.
"Dalam hal krisis keuangan dan kondisi tertentu, yang memberatkan perekonomian, pemerintah dapat melakukan tindakan khusus [...] dapat berupa penyusunan iuran dan manfaat. Jadi yang dilakukan pemerintah sudah sejalan dengan undang-undang yang berlaku," jelas Indra.
"Kalau terjadi judical review lagi. Ya sudah akan dilakukan hukum juga untuk melakukan hal tersebut," kata Indra melanjutkan.
Untuk diketahui, berdasarkan Perpres 64/2020, per 1 Juli 2020, iuran JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat) bagi peserta PBPU (Peserta Bukan Penerima Upah) dan BP (Bukan Pekerja) disesuaikan menjadi Rp 150.000 untuk kelas I, Rp 100.000 untuk kelas II, dan Rp 42.000 untuk kelas III.
Sebelumnya, iuran BPJS Kesehatan mengikuti Perpres Nomor 75 Tahun 2019, yaitu Rp 160.000 untuk kelas I, Rp 110.000 untuk kelas II, Rp 42.000 untuk kelas III.