Pro-Kontra Pengalihan Dana Haji untuk Penanganan Corona

photo author
- Jumat, 10 April 2020 | 19:06 WIB
images (43)
images (43)


Jakarta,Klikanggaran.com - Pada rapat virtual Komisi VIII DPR dengan Menteri Agama (Menag), Fachrul Razi, muncul usulan agar dana Haji dialihkan untuk penanganan virus Corona jika nantinya pelaksanaan haji dibatalkan. Anggota Komisi VIII dari F-Demokrat, Nanang Samodra, yang mengusulkan pengalihan dana Haji untuk penanganan Corona tersebut.


"Saya khawatir bahwa pelaksanaan ibadah Haji ini kemungkinan besar akan tertunda. Alasannya hingga sekarang belum ada tanda-tanda COVID-19 akan menurun. Jadi saya ingin mengajak Pak Menteri mengasumsikan bahwa, atau membuat semacam skenario apabila ini ditunda, kira-kira dana untuk keperluan Haji ini bisa dialihkan untuk menangani COVID-19," kata Nanang dalam rapat virtual Komisi VIII dengan Menag, Rabu (8-4).


Lanjutnya, kata Nanang, kalau tadi dari pendidikan dapat Rp2 triliun, ia meyakini dari ibadah Haji juga dimungkinkan akan dapat lebih banyak dari itu, apabila ibadah haji tidak berlangsung atau tidak jadi.


Menanggapi hal itu, Menag Fachrul mengatakan akan mengkaji usulan tersebut. Namun, ia berharap dana di Kemenag cukup sehingga dana Haji tidak perlu dialihkan.


"Kemudian tentang kemungkinan haji ditunda mungkin dananya bisa dialihkan untuk COVID-19, mungkin akan kita kaji lagi lebih lanjut nanti. Mudah-mudahan nanti dana yang diberikan Menteri Keuangan akan cukup sehingga tidak perlu mengalihkan dana itu," ujar Fachrul.


Dilain sisi, Ustadz Abdul Somad (UAS),  menerangkan bagaimana Islam memandang persoalan harta. Agama ini membedakan antara harta umum (al-mal al-'am) dan harta khusus (al-mal al-khash).


Dijelaskannya, suatu harta umum disebut pula sebagai harta milik orang banyak atau masyarakat. Selanjutnya, masyarakat memilih orang-orang yang dianggap layak untuk mengatur harta umum itu.


"Orang-orang ini disebut ulil-amri atau pemerintah. Pemerintah diberi amanat kuasa oleh masyarakat untuk mengatur harta itu demi kepentingan bersama," kata UAS, Jumat (10-4).


Menurut UAS, harta khusus adalah milik pribadi atau orang per orang. Harta jenis ini, UAS menegaskan, tidak dapat diintervensi oleh siapa pun di luar si pemiliknya.


"Harta ini bisa berpindah tangan ke orang lain melalui akad, misalnya, akad jual-beli, pinjaman, gadai, hibah, wasiat, zakat, infaq/sedekah," ucap alumnus Universitas al-Azhar (Mesir) itu.


Bahkan, UAS beranggapan, dana haji termasuk harta khusus, bukan harta umum, meskipun dana tersebut saat ini sedang dititipkan kepada negara.


"Contoh, Rp40 juta uang Saudara untuk berangkat haji itu adalah tergolong nomor dua, al-mal al-khas, harta khusus, pribadi. Ketika Saudara menyetorkan ONH (ongkos naik haji) ke bank untuk berangkat haji, akadnya adalah jual-beli barang dan jasa. Yakni, terkait visa, tiket pesawat, hotel, bus, konsumsi, dan lain-lain," kata dia.


"Maka, negara tidak ada hak mengalihkannya ke urusan yang lain. Semua yang berani menggunakan dana haji untuk kepentingan yang lain,maka bertanggung jawab di hadapan Allah," sambungnya.


Ia pun mengingatkan, setiap jabatan di dunia hanyalah sementara. Urusan akhirat jauh lebih penting karena ujungnya hanya ada dua: surga atau neraka.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: M.J. Putra

Tags

Rekomendasi

Terkini

X