Jakarta,Klikanggaran.com - Sudah berbulan-bulan Anies Baswedan tidak bereaksi terhadap tuntutan rakyat yang meminta agar anggaran di Jakarta dibuka untuk umum. E-budgeting yang dibangun oleh era Jokowi dan diteruskan di era Ahok dan Djarot, tidak dipakai lagi. Sebuah movement yang sudah menjadi monument sehingga menimbulkan stigma tersendiri terhadap kepemimpinannya.
Transparansi adalah keniscayaan di dalam good government and good governance. Akan tetapi, saat ini sistem e-Budgeting ini sudah tinggal kenangan. Lantas, apakah Anies tidak bisa dituntut karena menutup-nutupi anggaran? Mari kita simak penjelasannya.
PSI secara resmi sudah dikirimkan. Anies seharusnya sudah tahu. Jangan sebut tidak tahu. Kalau dia tidak tahu, artinya ada orang-orang yang menutup alur komunikasi antara eksekutif dan legislatif. Orang itu mungkin TGUPP. Siapa lagi?
Sudah dua bulan, sejak bulan Agustus Anies dituntut membuka anggaran pemprov ke publik. Tapi ibarat menggantang asap, tidak ada jawaban dan respons dari Anies kepada legislatif.
Dokumen anggaran itu harus dibuka, agar rakyat bisa melihat dan menilai. Demi kemajuan kota ini. Kalau tidak dibuka secara terang benderang, maka potensi korupsi lah yang menjadi satu konsekuensi logis dari kebebalan pemprov DKI Jakarta.
Sebenarnya, e-Budgeting itu mempermudah kerja. Mengapa? Karena kecurigaan anggaran itu bisa langsung dilihat oleh rakyat. Mata rakyat jauh lebih banyak ketimbang mata orang-orang yang ada di legislatif, yang jumlahnya hanya seratusan lebih.
Artinya, dengan keterbukaan e-Budgeting, mata itu semakin banyak. Sistem ini sebenarnya sudah dilakukan oleh Joko Widodo. Membuka anggaran ke publik, agar bisa dinilai dan langsung ke objek vitalnya, yakni masyarakat.
Ini sebuah kemunduran dalam pengelolaan keuangan daerah. Saya bingung apa susahnya dokumen anggaran diupload ke publik seperti biasanya. Kalau memang Pak Anies peduli dengan transparansi, seharusnya setiap tahapan penganggaran ada dokumen yang diupload di website apbd.jakarta.go.id. Jangan ada yang ditutup-tutupi
Warga Jakarta berhak tahu bagaimana Pemprov menggunakan uang rakyat dalam APBD 2020. Kami minta pembahasan APBD segera dimulai karena tidak mungkin semua kegiatan ini bisa efektif dibahas di DPRD hanya dalam satu bulan.
Ini bukan uang Gubernur atau DPRD, ini 96 Triliun uang rakyat! Semua tahapan harus transparan, publik jangan disuruh terima jadi saja di ujung. Ujar William Aditya Sarana, DPRD DKI F-PSI
Kemunduran. Ya. DKI Jakarta saat ini dalam masa kemunduran. Pengelolaan dalam keuangan daerah begitu parah di era Anies. Harus diakui memang bahwa banyak sekali anggaran-anggaran yang tidak jelas. Coba lihat saja di daerah seputaran Hotel Indonesai. Apa yang dibuang? Uang. Melalui apa? Bambu bokep dan batu gak jelas.
Saat ini, Jakarta memang sedang dalam masa kelam kepemimpinan. Krisis kepemimpinan. Jakarta sedang mendapatkan kerugian karena gubernur salah pilih yang memimpin DKI Jakarta. Anggaran yang seharusnya dibuka ke publik, malah ditutup-tutupi.
Separah-parahnya dia memimpin, setidaknya Anies ini seharusnya berperan sebagai gubernur, bukan anak bocah yang suka main petak umpet. Dia pun bukan pujangga yang jago bertutur kata dan melakukan ini dan itu sesuka hatinya. Anies harus paham dan sadar betul bahwa tugasnya adalah menata kota, bukan sekadar menata kata.
Sebelumnya, Bappeda atau Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah DKI Jakarta berkilah bahwa KUA PPAS 2020 tidak bisa dibuka ke publik karena belum sah menjadi produk akhir.