(KLIKANGGARAN) — Dua tokoh penting di bidang ekonomi pemerintahan Prabowo-Gibran, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, menjadi sorotan publik usai sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, pada Senin, 20 Oktober 2025.
Momen keduanya yang tampak duduk berjauhan tanpa banyak interaksi langsung memicu spekulasi adanya ketegangan di antara dua figur ekonomi berpengaruh tersebut.
Menanggapi isu tersebut, Purbaya buru-buru menepis kabar adanya perselisihan. Ia menegaskan hubungan dengan Luhut tetap baik-baik saja.
“Baik hubungan saya sama dia, nggak ada masalah,” kata Purbaya kepada wartawan di Kompleks Parlemen Jakarta, Senin, 20 Oktober 2025.
Ia pun menampik anggapan bahwa keduanya bersikap dingin. Purbaya menjelaskan mereka sekadar duduk berjauhan sehingga tidak sempat bertegur sapa.
“Kan jauh berapa kursi, masa ‘Pak Luhut, Pak Luhut’,” ujarnya sambil tersenyum.
Namun demikian, pembicaraan publik mengenai “perang dingin” antara Purbaya dan Luhut tidak sepenuhnya tanpa dasar. Dalam beberapa pekan terakhir, keduanya diketahui memiliki pandangan berbeda dalam dua isu besar: proyek kereta cepat Whoosh dan rencana pembentukan family office.
Perbedaan Soal Utang Proyek Whoosh
Perselisihan pandangan antara Purbaya dan Luhut pertama kali mencuat dari perdebatan terkait beban utang PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), operator proyek kereta cepat Whoosh.
Purbaya menegaskan, utang proyek tersebut seharusnya tidak dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan ditanggung oleh Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia yang menjadi pemilik proyek.
“Kalau pakai APBN agak lucu. Karena untungnya ke dia (Danantara), susahnya ke kita,” ujar Purbaya kepada awak media di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin, 13 Oktober 2025.
Menurut Purbaya, Danantara telah menerima dividen besar dari BUMN hingga Rp80 triliun. Karena itu, tidak adil jika keuntungan dinikmati Danantara sementara beban utangnya dialihkan ke negara.
“Harusnya kalau diambil dividen BUMN, ambil semua, termasuk bebannya,” katanya.
Sebaliknya, Luhut menilai kekhawatiran tersebut tidak beralasan. Dalam kapasitasnya sebagai Ketua DEN, ia menegaskan proyek Whoosh tidak perlu menggunakan dana APBN dan cukup direstrukturisasi.
“Whoosh itu tinggal restructuring saja. Siapa yang minta APBN? Tak ada yang pernah minta APBN membayar utang Whoosh,” tegas Luhut dalam forum “1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran” di Jakarta Selatan, Kamis, 16 Oktober 2025.
Polemik Family Office
Perbedaan pandangan keduanya juga mencuat dalam isu pembentukan family office, lembaga pengelola kekayaan swasta yang diharapkan dapat menarik investasi global.