FSGI Rilis Survei Kebijakan Pendidikan: Mayoritas Guru Setuju UN Dihapus, Zonasi Dipertahankan

photo author
- Minggu, 24 November 2024 | 09:13 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

KLIKANGGARAN -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) merilis hasil survei terkait kebijakan Ujian Nasional (UN) dan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sistem Zonasi. Survei ini melibatkan 912 guru dari berbagai jenjang pendidikan di 15 provinsi di Indonesia. Hasilnya menunjukkan mayoritas guru mendukung penghapusan UN dan mempertahankan sistem zonasi.

Dalam survei yang dilakukan pada 17–22 November 2024 menggunakan Google Form, para guru diajukan dua pertanyaan utama:

Apakah responden setuju Ujian Nasional dihapuskan?
Apakah responden setuju PPDB Sistem Zonasi dipertahankan?
Hasilnya mencengangkan:

87,6% responden setuju UN dihapuskan, sementara 12,4% ingin UN tetap dilaksanakan.
72,3% mendukung PPDB Sistem Zonasi dipertahankan, sedangkan 27,7% setuju sistem tersebut dihapus.
Survei ini melibatkan mayoritas guru dari jenjang SMP/MTs (58,9%), diikuti guru SMA/MA/SMK (25%), SD/MI (10,1%), dan SLB (6%). Dari sisi gender, 56,4% responden adalah perempuan dan 43,6% laki-laki.

Adapun responden yang setuju UN dihapus memberikan alasan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan UN sebagai penentu kelulusan telah menimbulkan banyak kecurangan sistematis, terstruktur dan masif di masa lalu.
2. Pelaksanaan UN sebagai penentu kelulusan timbulkan tekanan psikis pada peserta didik.
3. UN tidak tepat menjadi penentu kelulusan peserta didik ketika standar pendidikan ditiap sekolah dan daerah berbeda beda kondisinya.
4. UN bisa digunakan untuk parameter pemetaan kualitas pendidikan, dengan catatan tidak dilakukan setiap tahun dan tidak semua sekolah (sampel saja).
5. Amanat UN sebagai parameter pemetaan kualitas pendidikan justru ada dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
6. Kondisi dan kualitas sekolah belum merata, jadi kebijakan UN sebagai penentu kelulusan jadi tak adil
7. Ketika semua sekolah di Indonesia sudah rata kualitasnya, maka standarisasi pendidikan Nasional melalui kebijakan UN bisa dilaksanakan, sehingga memenuhi rasa keadilan bagi semua.
8. Evaluasi dulu ANBK yang sudah diterapkan sebagai pengganti UN dalam 5 tahun terakhir ini.

Adapun alasan responden yang setuju PPDB sistem zonasi dipertahankan diantaranya adalah :
(1) Lebih melindungi peserta didik selama perjalanan dari dan ke sekolah.
(2) Lebih menjamin tumbuh kembang anak secara optimal.
(3) Lebih berkeadilan, dimana semua anak dengan latar belakang dan kondisi apapun dapat mengakses sekolah negeri selama masih ada kuotanya.
(4) Lebih memberikan kesempatan untuk semua kondisi, karena PPDB tidak hanya jalur zonasi tapi ada jaluir lain yang mengakomodasi semua, yaitu jalur prestasi, afirmasi, Perpindahan tugas orangtua yang memberikan peluang akses bagi siapapun, bukan atas dasar nilai atau prestasi akademik semata.
(5) Mendorong daerah menambah sekolah negeri baru untuk memenuhi hak atas pendidikan anak-anak di daerahnya. Penambahan sekolah negeri baru di kecamatan yang tidak ada sekolah negerinya, menunjukkan kesungguhan Kepala Daerah dalam memenuhi hak atas Pendidikan anak-anak di wilayahnya.
(6) Pemenuhan hak atas Pendidikan merupakan kewajiban negara dalam pelaksanaan Program Wajib Belajar sebagaimana diamanatkan dalam UUD 45.

FSGI Apresiasi Presiden Prabowo dan Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Terkait Kebijakan PPDB

FSGI mendukung Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto dan Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah yang meminta Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sistem Zonasi dikaji dahulu, tidak terburu-buru diputuskan. Apalagi kebijakan PPDB setelah 8 tahun diterapkan cenderung sudah diterima masyarakat luas, sistem ini terbukti mampu memberikan kesempatan yang sama pada semua anak untuk mengenyam pendidikan di sekolah negeri.

“Kebijakan ini lebih menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam pemenuhan hak atas Pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi Republik Indonesia”, ujar Retno Listyarti, Ketua Dewan Pakar FSGI.

FSGI menilai bahwa Akar masalah sebenarnya bukan karena ada kecurangan atau tidak, namun apakah pemerintah daerah memiliki political will untuk memenuhi hak atas pendidikan anak-anak di wilayahnya.

“Karena mau diganti seperti apapun sistemnya, kalau pemerintah daerah tidak pernah membangun sekolah negeri baru di Kelurahan atau Kecamatan yang tidak memiliki sekolah negeri, terutama SMAN dan SMKN yang jumlahnya minim hampir di seluruh provinsi di Indonesia, maka permasalahan yang dihadapi akan tetap sama, yaitu hanya sekitar 30-40 persen peserta didik yang dapat bersekolah di sekolah negeri”, tegas Heru Purnomo, Sekjen FSGI.

Kalau PPDB sistem zonasi akan diganti, apakah menjamin mayoritas anak Indonesia usia sekolah akan tertampung di sekolah negeri, mengingat jumlah sekolah negeri memang terbatas. Tak ada penambahan SMAN dan SMKN bahkan SMPN selama puluhan tahun. ”Kesadaran bahwa sekolah negeri minim justru ketika Kemendikbud menerapkan PPDB Sistem zonasi pada 2017 lalu”, ungkap Mansur, Wakil Sekjen FSGI.

Sistem PPDB tersebut selama 50 tahun memang nyaris tak ada gejolak, karena sistem tersebut diserahkan pada mekanisme pasar, negara minim sekali kehadirannya,padahal hak atas pendidikan merupakan hak dasar yang harus dipenuhi negara sebagaimana diamanatkan dalam Konstitusi RI. Selain itu, sistem PPDB sebelumnya menguntungkan kelompok tertentu yang mampu secara ekonomi, kondisinya lebih beruntung dan memiliki banyak pilihan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Insan Purnama

Sumber: rilis

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X