KLIKANGGARAN--Mitos seks Siapa yang tidak suka sex? Rasanya semua pasti suka, tidak terkecuali Nyai. Kali ini Nyai akan bercerita tentang wisata spiritual dan mitos sex yang mengikutinya. Wisata spiritual bagi Nyai selalu mambawa kesan mistis tetapi damai. Tempat mencari jalan sunyi, menemukan kesejatian, membersihkan pikiran dan hati dari racun emosi yang tidak perlu. Dekat dengan keheningan, dekat dengan semesta dan sang pemilik kehidupan. Tetapi tidak bisa kita pungkiri ada juga tempat spiritual yang disalahgunakan oleh pelaku pelaku spiritual itu sendiri, dengan tujuan untuk kepentingan diri sendiri.
Banyak tempat spiritual atau wisata spiritual yang justru menjadi ‘aneh’ tatkala diubah fungsi mencari kekayaan, mencari jabatan atau pelaku prostitusi yang mencari penglaris. Dengan mitos seks yang menyertainya. Kesan mistisnya masih tetap kental tetapi damainya menjadi luntur. Kali ini Nyai akan bawa pembaca pada tempat spiritual dengan mitos seks yang nyeleneh.
Tempat wisata spiritual dengan mitos seks pertama adalah Pesugihan Gunung Kemukus.
Tempat ritual yang kental dengan mitos sex satu ini ada di Sragen Jawa tengah. Nyai sempat ke sana karena penasaran dengan mitos yang beredar, sebelum covid meledak. Saat itu malam hari, di sana ramai sekali, yang Nyai ingat jalan menuju ke sana menanjak, Nyai ke sana bersama suami.
Tanpa niat apa pun kecuali memenuhi keingintahuan kami saja. Sebenarnya di daerah sana, tempatnya nyaman, sejuk dan banyak warung di sepanjang jalan walaupun Nyai sampai lokasi sudah tengah malam.
Saat sampai di makam yang dimaksud, sudah ada yang mendekati kami, untuk menawarkan ritual seks. Ya, mitos ritual seks di sana masih sangat kuat, seorang lelaki tua mendekati kami, dan menjelaskan akan ada kode tangan jika kami ingin melakukan ritual itu untuk mendapatkan pesugihan. Yang pasti kami harus berhubungan badan dengan pasangan lain, sesama peziarah atau penduduk setempat.
Baca Juga: Yuk! Kenali Potret Sejarah dan Kantor Gubernur Sumsel
Makam yang sarat dengan mitos seks itu adalah makam Pangeran Samudro dan ibu tirinya Antowulan. Konon menurut keterangan yang Nyai dapat, yang beniat mencari pesugihan harus datang tujuh kali setiap kamis pahing atau Kamis Wage untuk berhubungan seks dengan seseorang yang bukan pasangannya, biasanya dengan penduduk setempat atau dengan sesama peziarah yang belum saling kenal sebelumnya.
Jika setelah tujuh kali melakukan dan berhasil mendapat kekayaan, pasangan itu harus kembali datang ke makam Pangeran Samudra untuk mengadakan selamatan dan syukuran di Gunung Kemukus.
Lalu siapa sebenarnya Pangeran Samudra? Pangeran Samudro adalah putra dari Raja Majapahit terakhir dari Ibu Selir, beliau sempat melarikan diri ke Demak dan menjadi murid Sunan Kalijaga. Oleh Sunan Kalijaga beliau diutus untuk belajar agama Islam kepada Ki Ageng Gugur di lereng gunung Lawu.
Baca Juga: Apa Kata Wapres K.H. Ma'ruf Amin tentang Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Keimanan bagi Orang Islam?
Setelah berguru dan Ki Ageng Gugur merasa Pangeran Samudra telah cukup menimba Ilmu Islam, Pangeran Samudra meninggalkan Ki Ageng Gugur dan mengemban amanat suci tentang Agama Islam dan tinggal di Dukuh Doyong (Kecamatan Miri) sampai saat meninggal beliau dimakamkan di atas bukit desa tersebut.
Selanjutnya diterangkan, bahwa di atas bukit tempat Pangeran Samudro dimakamkan, apabila menjelang musim hujan ataupun kemarau terlihat kabut-kabut hitam seperti asap (kukus). Karena hal itulah, penduduk setempat menyebut bukit itu “Gunung Kemukus” sampai dengan saat ini.