gaya-hidup

Membaca: Memaknai Simbol

Rabu, 27 Oktober 2021 | 15:04 WIB
Ilustrasi (@sekar_mayang)

Iya, efek gagal memahami sebuah bacaan memang separah itu. Bisa kita lihat dengan jelas, betapa hoaks menyebar lebih cepat dibanding aroma kentut busuk. Betapa perang urat tidak hanya terjadi di ranjang, tetapi juga di media sosial. Makin tidak tahu malu, makin ngawur komentar yang diucapkan. Apa puncanya?

Baca Juga: Indomaret Ini Mengimbau Pelanggan Lapor ke Polsek apabila Diminta Uang Parkir

Padahal, dalam kitab sendiri sudah jelas, ayat berbunyi ‘iqra’ adalah yang pertama diturunkan. Sederet ahli tafsir juga sudah bicara, bahwa yang dimaksud membaca tidak hanya sampai pada membunyikan simbol, tetapi menggali maknanya sampai tak ada lagi yang bisa dimaknai.

Beberapa waktu lalu, muncul hasil survey bahwa negeri ini mendapat label tingkat literasi yang rendah. Ini bukan semata-mata banyak orang buta huruf, tetapi lebih karena tingkat pemahaman yang rendah terhadap sebuah bacaan.

Terkadang saya heran, apa yang membuat orang-orang gagal memahami suatu bacaan. Oh, mungkin karena tingkat pendidikan. Akan tetapi, ketika tahu bahwa yang berkomentar ngawur adalah pemegang gelar sarjana berlapis-lapis, tingkat pendidikan rendah yang mana yang dimaksud?

Baca Juga: KPK Ingatkan Aziz Syamsuddin Ada Konsekuensi Hukum Jika Berikan Kesaksian Palsu

Atau, jangan-jangan, pendapat yang mereka tayangkan adalah sebuah kesengajaan, demi tujuan tertentu. Mereka mungkin paham, tingkat literasi negeri ini amat rendah sehingga jarang orang membaca sambil memaknai sekaligus. Jadi, ketika ada peristiwa dahsyat nan heboh yang belum tentu kebenarannya, berita itu lekas menyebar hingga ke sudut semesta.

Ya, orang-orang ‘bodoh’ memang gampang dimanfaatkan. Mudah digiring, mudah disusupi pemahaman tertentu sebab pikiran mereka masih amat polos. Hanya saja, maukah Anda menjadi salah satu dari rombongan yang dicuci otaknya dengan deterjen khusus berjenama kebodohan?

Sejatinya, memaknai sebuah bacaan tidak sesulit yang dibayangkan. Kita hanya perlu membuka pikiran selebar-lebarnya, seluas-luasnya, untuk menerima segala informasi, menyaringnya, lalu mengidentifikasi. Mana sampah, mana berlian. Sampah harus dibuang, sementara berlian harus disimpan, dirawat, dan dipamerkan sesekali jika dibutuhkan.

Baca Juga: Perancis Terbuka 2021: Lima Pemain Indonesia Maju ke Babak Kedua, Pemain Lainnya Menyusul

Oh, satu lagi yang terpenting: tidak bersumbu pendek.

Seseorang yang amat responsif terhadap sesuatu yang bahkan belum tentu kebenarannya, akan menyumbang durasi perang urat lebih lama di media sosial. Ada sepuluh saja yang seperti itu, ramailah beranda Anda.

Terlepas dari segala polemik yang masih cetar membahana soal aktivitas membaca, saya yakin, dengan istikamahnya para pegiat literasi berkampanye, Indonesia bisa lepas dari label buruk rendahnya tingkat literasi.

Mari membaca, mari meningkatkan kemampuan diri.***

Apabila artikel ini menarik, mohon bantuan untuk men-share-kannya kepada teman-teman Anda, terima kasih.

Halaman:

Tags

Terkini