gaya-hidup

Dapatkah Watak Seseorang Berubah?

Minggu, 17 Oktober 2021 | 06:37 WIB
Ilustrasi (@sekar_mayang)


KLIKANGGARAN-- Watak adalah pembawaan atau karakter yang dimiliki manusia sejak lahir. Lebih dari enam miliar penduduk Bumi, tentu mereka memiliki watak yang berbeda-beda. Dalam KBBI daring, watak diartikan sebagai sifat batin manusia yang memengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku; budi pekerti; tabiat (diakses 9 Oktober 2021).

Akan tetapi, perbedaan watak tidak serta-merta tampak ekstrem. Para penggiat astrologi mengelompokkan mereka ke dalam dua belas zodiak, sementara para antropolog dan sosiolog melihat kecenderungan persamaan watak berdasar tempat tinggal.

Watak manusia memang tidak bisa langsung dikenali. Jika kita sudah mengenal bertahun-tahun, tentu paham watak orang tersebut berdasarkan tingkah lakunya sehari-hari. Namun, jika baru bertemu, mungkin kita bisa melihat asal daerahnya supaya bisa meraba-raba bagaimana wataknya.

Baca Juga: Gempa Bali Berkekuatan 4.8 Magnitudo, Benarkah Berkaitan dengan Gempa 9 SR?

Misalnya, orang-orang yang tinggal di pesisir biasanya cenderung berbicara dengan intonasi tinggi dan gaya bicara mirip orang sedang berdebat. Ini bukan berarti mereka betulan sedang berdebat, hanya saja mereka harus mengimbangi suara mereka dengan kencangnya embusan angin laut.

Atau contoh lain, orang-orang yang tinggal di kota cenderung bicara dengan ritme cepat dan terkesan tegas. Ini tidak selalu berkaitan dengan watak keras. Bicara dengan cepat bisa jadi karena ritme hidup di kota yang serbacepat pula. Semata-mata demi mengejar waktu yang terasa lesat berjalan.

Tentu saja teori ini tidak bisa dipukul rata. Meskipun tinggal di daerah yang sama, pasti ada beberapa orang yang memiliki cara bicara berbeda. Bisa karena memang pembawaan, atau mungkin karena pembiasaan dalam lingkaran terkecilnya. Tak jarang juga hanya karena ingin tampil beda.

Baca Juga: Yesss, Indonesia Masuk Final Piala Thomas, Ketemu China Di Final

Satu yang pasti, umumnya watak susah dibelokkan di tengah jalan, apalagi jika itu dilakukan oleh orang lain. Kalaupun bisa, itu akan membutuhkan waktu lama dan proses menyakitkan. Ini bukan berarti ada prosesi penyiksaan ala kerja rodi atau romusha. Hanya saja, mengubah pakem sama saja dengan memaksa seseorang menanggalkan kenyamanan yang sejak awal ia peluk.

Seseorang yang sejak awal dimanjakan dengan tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan berat, tentu tidak berkutik apabila harus hidup sendiri dan jauh dari keluarga. Jika ia punya uang, mungkin ia akan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain. Hasilnya, bisa jadi tabungannya akan habis dalam waktu singkat.

Contoh lain. Seseorang yang tidak biasa menerima penolakan, tentu akan bereaksi ketika menghadapi kondisi yang tidak sesuai keinginannya. Ia mungkin akan marah, lalu melimpahkan kesalahan kepada orang lain, bahkan kepada benda mati sekali pun. Mereka pun cenderung melakukan tindakan konyol sebagai bagian cara menarik perhatian, membuat orang lain tak punya pilihan selain menuruti permintaannya.

Baca Juga: Pool Modem Alat Canggih yang Dipakai Pinjol Memblast SMS dan Meneror Masyarakat, Waduh tuh Alat

Apa yang lantas bisa dilakukan untuk mengubah tabiat buruk seperti itu? Secara sengaja, tidak ada. Kalaupun ada perubahan, sifatnya hanya sementara. Ia bisa kembali ke tabiat awal, bahkan mungkin lebih defensif dan susah dibelokkan lagi. Atau, kemungkinan karakter itu sebenarnya sudah ada sejak awal, tetapi telanjur tersembunyi karena keadaan yang memaksa.

Seseorang akan berubah jika kondisi memang memaksa ia mengganti mode hidup. Saat tidak ada lagi yang mau memakai jasanya atau mendengarkan omongannya, ia baru mulai berpikir untuk berubah. Mungkin pelan, mungkin juga dengan kecepatan ekstrem. Bergantung seberapa kuat niatnya berubah.

Halaman:

Tags

Terkini