KLIKANGGARAN -- Novel "Pulang" karya Leila S. Chudori adalah karya sastra yang penting dalam konteks feminisme sastra.
Melalui pemilihan pendekatan ini, kita dapat memahami bagaimana novel ini menggambarkan tokoh-tokoh perempuan, hubungan gender, kesetaraan, dan pembebasan perempuan.
Novel "Pulang" karya Leila S. Chudori membawa kita menyelami kisah Lintang Utara, perempuan yang terombang-ambing dalam pusaran sejarah dan patriarki.
Melalui lensa feminisme sastra, khususnya pemikiran Mary Wollstonecraft, novel ini membuka tabir dua permasalahan krusial: subordinasi perempuan dan domestikasi.
Sejak awal, Lintang dihadapkan pada kenyataan pahit subordinasi perempuan. Kehidupannya dibayangi ekspektasi patriarki yang mereduksi perannya menjadi ibu dan istri. Suara dan keinginannya dibungkam, tergantikan oleh dominasi suami dan keluarga.
Lintang dipaksa meninggalkan mimpinya sebagai jurnalis untuk "pulang" ke rumah dan mengurus keluarga. Kepergiannya ke Jerman pun diwarnai keraguan dan rasa bersalah karena meninggalkan peran domestiknya.
Pemikiran Wollstonecraft tentang kesetaraan pendidikan dan hak perempuan menjadi sorotan dalam novel ini. Lintang, meskipun cerdas dan berbakat, tidak memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk mengenyam pendidikan tinggi.
Lintang terjebak dalam "penjara" domestikasi, dimana ruang geraknya dibatasi oleh tembok rumah. Dunia perempuan diciptakan sebatas dapur, sumur, dan kasur, mengabdikan diri untuk suami dan anak.
Keinginan Lintang untuk kembali ke dunia jurnalistik dihalangi oleh stigma dan anggapan bahwa perempuan tidak pantas bekerja di luar rumah. Impiannya dianggap egois dan mengancam keharmonisan keluarga.
Pemikiran Wollstonecraft tentang pentingnya kemandirian perempuan dan emansipasi dari peran domestik menjadi kritik terhadap konstruksi sosial yang membelenggu Lintang.
Novel "Pulang" merupakan kritik sosial yang berani terhadap budaya patriarki yang mereduksi peran perempuan. Melalui Lintang, Chudori menunjukkan bahwa perempuan memiliki potensi dan hak yang sama untuk berkarya dan menentukan jalan hidupnya.
Pendekatan feminisme sastra dengan pemikiran Mary Wollstonecraft membuka mata kita terhadap realitas subordinasi dan domestikasi perempuan yang masih berlangsung hingga saat ini.
Novel ini mengajak kita untuk merefleksikan peran perempuan dalam masyarakat dan memperjuangkan kesetaraan gender.
Penulis : Andes Sagita Sarjono (Mahasiswa Unpam)
Artikel Terkait
Inilah Sosok Robert Bonosusatya Alias RBS Diduga Bos Besar Terlibat Kasus PT Timah
Arti Godin dalam Beberapa Bahasa yang Wajib Kamu Tahu, Cekidot!
Sering Lihat Bekas Cubitan di Kulit Cana, Inilah Alasan Emy Aghnia Punjabi Lebih Percaya Babysitter-nya
Membongkar Kepribadian Tokoh Gagah dalam Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi Karya Helvy Tiana Rosa
Menelisik Emosi Dasar Tokoh Utama dalam Novel Komet Karya Tere Liye
Melampaui Batas Batin: Telaah Novel Ancika 1995 karya Pidi Baiq dengan Teori Wilhelm Wundt
Dandim 0116/Nagan Raya Pimpin Upacara Korps Raport Kenaikan Pangkat
Menggali Kedalaman Karakter dalam Novel Assalamualaikum Beijing karya Asma Nadia
Mengungkap Masalah Sosial dalam Cerpen Pelangi Setelah Hujan karya Faomasi
Menggali Konflik Sosial dalam Novel Geez & Ann Karya Rintik Sedu