anggaran

Dana BOS Disdik Kota Pematang Siantar Tidak Diyakini Penggunaannya Rp1,5 Miliar

Kamis, 28 Mei 2020 | 15:26 WIB
IMG-20200527-WA0018


Pematang Siantar,Klikanggaran.com - Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Kota Pematang Siantar tahun anggaran 2019 tidak bisa dipertanggungjawabkan, pasalnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Sumatera Utara menemukan adanya kelebihan pembayaran belanja BOS sebesar Rp860.269.550,00, serta adanya belanja BOS yang tidak dapat diyakini kebenaran penggunaannya sebesar Rp1.518.038.500,00.


Sebagaimana dijelaskan dalam LHP BPK No.38.C/LHP/XVIII.MDN/04/2020,tanggal 09 April 2020. Dalam LRA Pemerintah kota Pematang Siantar TA.2019 menyajikan anggaran belanja bantuan operisional sekolah (BOS) pada akun belanja Hibah sebesar Rp24.331.413.915,02. dan realisasi sebesar Rp22.557.846.592,61 atau sebesar 92,71% dari anggaran yang ada.


Dana BOS bersumber dari Pemerintah Pusat yang disalurkan melalui Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dengan cara transfer dari rekening BUD Provinsi Sumatera utara ke rekening Bank milik 116 Sekolah Dasar (SD) dan 13 Sekolah Menegah Pertama (SMP) Negeri di Kota dengan julukan Siantar Men ini.


Berdasarkan lampiran Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Pematang Siantar (LKPD) TA 2019 diketahui realisasi penerimaan dana BOS adalah sebesar Rp23.428.289 958,22, jumlah tersebut terdiri dari penerimaan dana BOS dari 116 SD sebesar Rp12.865.862.015,24 dan 13 SMP sebesar Rp10.562.427.942,98. Sementara realisasi belanja BOS adalah sebesar Rp22.557.846.592,61 yang terdiri dari Rp12.541.853.374,61 untuk 116 SD dan Rp10.015.993.218,00 untuk 13 SMP.


Dari hasil pemeriksaan uji petik BPK terhadap SPJ belanja BOS pada 13 SMP Negeri senilai Rp10.015.993.218,00 telah memeriksa rekanan dan BOS yaitu CV B dan CV M. Berdasarkan hasil pemeriksaan konfirmasi dengan pemilik perusahaan sdr EFS, diketahui bahwa faktur yang ada pada bukti pertanggungjawaban enam SMP Negeri tersebut dibuat oleh pihak internal masing-masing SMP dan tidak sesuai dengan nilai penjualan/transaksi senyatanya.


Pemilik perusahaan juga menyatakan bahwa CV B dan CV M merupakan penyedia barang ATK dan bahan habis pakai untuk 6 SMP diantaranya, SMP 3, SMP 4, SMP 5, SMP 7, SMP 8, SMP 12 pada tahun 2019.


Selanjutnya BPK meminta keterangan 6 kepala Sekolah dan bendahara BOS SMP, hasil keterangannya bahwa kepala sekolah SMP mengakui kalau jumlah barang ATK dan habis pakai yang diterima tidak sesuai dengan tagihan CV B dan CV M, yaitu lebih besar nominal tagihan yang tidak sesuai dengan faktanya.


Sementara itu, BPK juga menemukan adanya bukti pertanggungjawaban yang belum lengkap sebagaimana ketentuan yang berlaku sebesar Rp1.518.038.500,00. Tim pemeriksa BPK telah melakukan pemeriksaan bukti pertanggungjawaban dana BOS sebesar Rp687.478.000,00 kepada rekanan yakni UD SFF, didapat pengakuan pemilik perusahaan bahwa UD SFF adalah penyedia ATK dan habis pakai untuk lima SMP Negeri yakni SMP 1, SMP 6, SMP 8, SMP 11 dan SMP 12.


Pemilik perusahaan mengakui bahwa nilai transaksi yang tercantum dalam Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) tidak sesuai dengan uang yang diterimanya, namun UD SFF tidak dapat memberikan bukti transaksi dari 5 SMPN tersebut kepada tim pemeriksa BPK.


Selain UD SFF, penyedia barang ATK BOS Dinas Pendidikan Pematang Siantar terdapat CV KA yang memasukan bahan habis pakai ke tiga SMP yaitu SMP 8, SMP 10 dan SMP 13. Lagi-lagi modusnya sama yakni adanya nilai transaksi yang tercantum dalam SPJ namun tidak sesuai dengan uang yang diterima. Beda lagi dengan CV SP dimana pemiliknya Sdr LHS mengakui tidak menyimpan salinan bukti transaksi dari belanja barang habis pakai untuk SMP 2, SMP 7, dan SMP 9.


Kondisi tersebut menurut BPK sangat tidak sesuai dengan pasal 18 ayat (3) dan pasal 59 Undang-undang No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Selain itu sudah melawan pasal 132 ayat (1) dan ayat (2) Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.


Permasalahan tersebut jelas menurut BPK menjadi temuan kerugian negara yaitu kelebihan pembayaran belanja BOS sebesar Rp860.269.550,00, serta belanja BOS yang tidak dapat diyakini kebenaran penggunaannya sebesar Rp1.518.038.500,00.


Rekomendasi BPK kepada Walikota Pematang Siantar agar memerintahkan kepala Dinas Pendidikan untuk menarik kelebihan pembayaran sebesar Rp860.269.550,00 dan selanjutnya menyetor ke kas Negara. Sama halnya juga Rekomendasi BPK kepada Walikota Pematang Siantar agar segera memerintahkan Inspektorat untuk melakukan verifikasi SPJ BOS sebesar Rp1.518.038.500,00.


Ditempat terpisah Ratama Saragih sebagai pengamat anggaran dan kebijakan publik, mengatakan bahwa modus-modus yang dilakukan oleh Penyedia Barang ATK tidak menutup kemungkinan adanya kerja sama dengan pihak Sekolah dan atau Dinas Pendidikan, ini terbukti adanya kelalain yang disengaja terjadi sehingga kemudian ditafsirkan sebagai unsur ketidaksengajaan. Ini tidak boleh terjadi, dan harus di tindaklanjuti agar kerugian negara bisa ditarik serta digunakan untuk rakyat.

Halaman:

Tags

Terkini