Hasil pemeriksaan secara uji petik terhadap personil tenaga ahli dan tenaga pendukung pada kegiatan konsultan pengawas diketahui terdapat personil yang melakukan lebih satu kegiatan di jangka waktu yang bersamaan (tumpang tindih).
Sementara itu, setiap personil terikat dalam satu pekerjaan jasa konsultansi dengan jangka waktu yang sudah disepakati dalam kontrak dan tidak diperkenankan terlibat dalam pekerjaan jasa konsultansi lainnya dalam waktu bersamaan (tumpang tindih). Atas tumpang tindih personil tersebut, terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp31.266.666,67.
BPK menyatakan bahwa hal tersebut mengakibatkan (a) Pemborosan pada realisasi jasa konsultansi pelaksanaan pekerjaan konstruksi minimal sebesar Rp1.884.947.205,53; (b) Pelaksanaan pekerjaan fisik yang diawasi oleh konsultan masih ditemukan permasalahan kekurangan volume pekerjaan; dan (c) Kelebihan pembayaran atas tumpang tindih personil tenaga ahli sebesar Rp31.266.666,67.
Terkait hal itu, BPK merekomendasikan Bupati PPU agar memerintahkan: (a) Kepala Dinas PUPR dalam menyusun RKA atas pekerjaan jasa konsultansi infrastruktur mengacu pada Permen PU No. 45/PRT/M/2007 jo Permen PUPR No. 22/PRT/M/2018; (b) Kepala Dinas PUPR, Kepala Dinas Perhubungan, Kepala Dinas Perikanan, dan Kepala BPBD berkoordinasi dengan Inspektorat beserta Bagian Hukum Sekretariat Daerah untuk memformulasikan aturan tentang bentuk tanggung jawab konsultan pengawas atas permasalahan kuantitas dan kualitas pekerjaan fisik yang diawasinya; dan (c) Kepala Dinas PUPR menginstruksikan pejabat pengadaan untuk melakukan klarifikasi atas personil yang diajukan oleh calon penyedia jasa pengawas.