PematangSiantar,Klikanggaran.com - Diketahui, pada tahun anggaran 2018, hasil pemeriksaan secara uji petik oleh BPK Perwakilan Sumatera Utara atas penyelesaian 10 paket pekerjaan sebesar Rp88.960.870.375,63, terdapat keterlambatan penyelesaian pekerjaan, namun sangat disesalkan, sikap Dinas PUPR Kota Pematang Siantar diduga belum bertindak mengganjar rekanan dengan menarik denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan tersebut.
Di hitung berdasarkan opname pekerjaan denda keterlambatan pekerjaan tersebut mencapai sebesar Rp1.307.920.137,73.
Keterlambatan penyelesaian pekerjaan tersebut antara 20 sampai 69 hari. Hasil pemeriksaan addendum kontrak untuk perpanjangan waktu masing-masing paket pekerjaan diketahui bahwa rekanan bersedia dikenakan denda keterlambatan sampai dengan serah terima pertama pekerjaan.
Dari 10 paket pekerjaan dengan 10 rekanan sampai dengan berakhirnya pemeriksaan intern pada tanggal 12 Februari 2019, diketahui enam paket pekerjaan belum diselesaikan, dan masing-masing direksi teknis dari rekanan telah membuat pernyataan terkait penyelesaian pekerjaan tersebut.
Adapun uraian keterlambatan penyelesaian 10 (sepuluh) pekerjaan tersebut adalah Pekerjaan Tribun Timur Stadion Sangnawaluh (Lanjutan), Pembangunan Jl.Out Ring Road STA 0 + 000 s.d.STA 0 + 775, Pembangunan Out Ring Road STA 0 + 825 s.d. STA 1 + 700, Pembangunan Jl.STA 9 + 310 s.d STA 10 + 150, Pembangunan Jembataan I STA 0 + 400 s.d.STA 0 + 420 (Jembatan Sigalang-galang I), Pembangunan Jembatan II STA 0 + 815 s.d STA 0 + 835 (Jembatan Sigalang-galang II).
Lebih lanjut, Pekerjaan Pembangunan Jembatan III STA 5 + 700 s.d STA 5 + 724 (Jembatan Talun kondot I), Pekerjaan Pembangunan Jembatan IV STA 7 + 366 s.d. STA 7 + 390 (Jembatan talun kondot II), Pembangunan Jembatan V STA 9 + 310 s.d. 9 + 330, dan Pekerjaan Pembangunan Jembatan Jl.Gurilla selatan.
Sehingga kondisi tersebut menurut BPK tidak sesuai dengan Pasal 120 Perpres No.4 Tahun 2015 Tentang Pengadaan barang/Jasa Pemerintah yang menyatakan bahwa penyedia barang/jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam kontrak, dapat dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 dari harga kontrak untuk setiap hari keterlambatan dan tidak melampaui besarnya jaminan pelaksanaan.
Selain itu, kondisi tersebut jelas tidak sesuai dengan Pasal 93 ayat (1) Perpres No.4 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa PPK dapat memutus kontrak secara sepihak apabila denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan akibat kesalahan penyedia barang/jasa sudah melampaui 5% dari nilai kontrak.
Maka dari itu, permasalahan tersebut jelas mengakibatkan kekurangan penerimaan pendapatan dari denda keterlambatan sebesar Rp1.319.373.046,82.dengan catatan baru satu rekanan yang telah menyetor ke kas daerah yakni PT.SAMK sebesar Rp62.634.139,48. Uang Negara Sebesar Rp1.319.373.046,82 akibat kekurangan penerimaan pendapatan dari denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan ini bisa ditarik kembali oleh APH, APIP dan DPRD yang saling bersinergi.
Terutama pada lembaga Satya Ady Wicaksana alias Kejaksaan Negeri Pematang Siantar melalui Seksie Perdata dan Tata Usaha Negara yang sesuai Tupoksinya yakni mendampingi Negara untuk menagih kerugian Negara kepada Rekanan dalam Perdata dan Tata Usaha Negara. Jika semua fungsi pada APH, APIP dan DPRD Pemko Pematang Siantar di berdayakan, maka tidak ada masalah dalam temuan kerugian negara.
"Persoalanya jadi runyam ketika Aparat tidak sungguh-sungguh menjalankan peranya, bahkan di sinyalir bermain mata untuk menarik keuntungan semata. Jadi peran penting mereka sangat mempengaruhi, atas adanya indikasi kerugian negara, dan rillnya kualitas bangunan yang berkurang," cetus perwakilan publik. *(Ratama Saragih)