anggaran

Wah, BPJS Kesehatan Diperkirakan Defisit Rp 32,84 Triliun!

Rabu, 28 Agustus 2019 | 07:45 WIB
kantor bpjs kes


Jakarta, Klikanggaran.com (28-08-2019) — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan pada tahun ini berpotensi mengalami defisit hingga Rp 32,84 triliun, meningkat dari perkiraan awal sekitar Rp 28,35 triliun. Demikian disampaikan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja gabungan Komisi IX dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai tindak lanjut hasil audit BPJS Kesehatan di Gedung DPR, Jakarta pada Selasa (27/8/2019).


Sri Mulyani menambahkan, potensi defisit tersebut merupakan akumulasi dari defisit tahun lalu dan kondisi saat ini. Pada tahun lalu BPJS Kesehatan sebagai pelaksana program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencatatkan defisit Rp 9,1 triliun. Nilai tersebut terakumulasi dengan kondisi keuangan saat ini sehingga estimasi defisit meningkat dari perhitungan semula.


Melihat kondisi tersebut, pemerintah membayarkan seluruh iuran peserta segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) serta TNI, Polri, dan ASN yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seluruh tahun ini lebih awal.


Menurut Sri, hal tersebut agar BPJS Kesehatan memiliki cash untuk menjalankan operasional yang optimal.


"Dengan seluruh [iuran] yang sudah kami bayarkan pada 2019, BPJS [Kesehatan] masih bolong. Sekarang ini sudah ada outstanding lebih dari Rp11 triliun yang belum terbayar, sementara pemasukan dari pemerintah sudah semuanya [dibayarkan]," ujar Sri, Selasa (27/8/2019).


Oleh karena itu, menurut dia, perlu ada evaluasi menyeluruh dari BPJS Kesehatan, khususnya mengenai penyesuaian besaran iuran.


Berbagai langkah yang dilakukan menurutnya tidak dapat menyelesaikan masalah program JKN karena besaran iuran masih belum sesuai.


Sebelumnya,  Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan sistem kerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan harus segera dibenahi, termasuk manajemen di dalamnya, supaya defisit anggaran tidak semakin membengkak.


"Terjadi defisit tahun ini kurang lebih Rp29 triliun. Kalau begini terus, tahun depan bisa Rp40 triliun, tahun depannya lagi bisa Rp100 triliun. Jadi sistemnya harus diubah," kata Wapres JK kepada wartawan di Kantor Wapres Jakarta, Selasa (30/7/2019).


Perbaikan sistem manajemen menjadi strategi pertama pemerintah untuk mengatasi keterpurukan BPJS Kesehatan dalam mengelola anggarannya.


Apabila tidak segera diperbaiki, lanjut JK, maka akan berdampak pada sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan di Indonesia.


Defisit anggaran di BPJS Kesehatan dapat berimbas pada telatnya pembayaran pelayanan kesehatan di setiap mitra BPJS, mulai dari fasilitas kesehatan yang meliputi rumah sakit dan klinik, perusahaan farmasi, hingga tenaga medis.


"Begini, kalau kita tidak perbaiki BPJS (Kesehatan) ini, maka seluruh sistem kesehatan kita runtuh. Rumah sakit tidak terbayarkan, bisa sulit, bisa tutup rumah sakitnya. Dokter tidak terbayar, pabrik obat tidak terbayar, tidak pada waktunya, bisa juga defisit dia," tegasnya.


Selain fasilitas kesehatan dan perusahaan farmasi, dampak dari buruknya manajemen BPJS Kesehatan tersebut juga dapat menimpa Palang Merah Indonesia (PMI) sebagai institusi pendukung fasilitas kesehatan masyarakat.

Halaman:

Tags

Terkini