Jakarta, Klikanggaran.com (25-12-2018) - Pada tahun 2017 banyak proyek pekerjaan di Provinsi Aceh yang diputus kontraknya. Dikarenakan pekerjaan tersebut belum selesai 100 persen.
Seperti yang terjadi pada proyek pembangunan jembatan Krueng Beutong Pangoe Kabupaten Aceh Besar. Pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh PT AIF dengan nilai kontrak yang sangat besar, yaitu sebesar Rp8.109.595.000.
Masa pelaksanaan pekerjaan ditentukan selama 127 hari kalender. Terhitung mulai tanggal 11 Agustus sampai 15 Desember 2017.
Untuk menjamin pelaksanaan pekerjaan, penyedia menyerahkan jaminan pelaksanaan sebesar Rp405.479.750. Atau, 5 persen dari nilai kontrak dan berlaku sampai 141 hari. Terhitung dari tanggal 2 Agustus 2017 sampai dengan 20 Desember 2017.
Proyek Pekerjaan Diputus Kontrak
Namun, selama masa pelaksanaan, proyek pekerjaan itu mengalami dua kali amandemen. Hal tersebut dilakukan untuk tambah/kurang volume pekerjaan tanpa mengubah nilai kontrak. Dan, telah dibayar kepada penyedia jasa sebesar Rp5.704.289.123. Atau, 70,34 persen dari nilai kontrak.
Tapi, pada faktanya ditemukan hal berbeda. Percepatan pelaksanaan pekerjaan yang rencananya 87.53 persen, ternyata realisasinya hanya 70,03 persen. Sehingga deviasi -1,50 persen.
Kemudian, kedua penyedia jasa diminta untuk mempercepat pelaksanaan pekerjaan dengan rencana sebesar 92,72 persen. Namun, lagi-lagi 70,03 persen dengan deviasi -22,69 persen.
Karena keterbatasan waktu pelaksanaan pekerjaan, pihak rekanan tidak dapat memenuhi kewajiban serta tanggung jawabnya. Sebagaimana diatur dalam kontrak, akhirnya Pejabat Pembuat Komitmen melakukan pemutusan kontrak. Hal itu sesuai dengan berita acara pemutusan kontrak nomor 602.2/BID-PBJ/5308.a/2017 tanggal 27 Desember 2017.
Bahkan Kuasa Pengguna Anggaran telah menyampaikan surat konfirmasi klaim jaminan pelaksanaan terakhir. Dengan surat nomor 900/Bid-PBJ/556/2018 tanggal 05 Maret 2018 kepada PT. Bank Aceh Syariah Cabang Samudra Lhokseumawe. Namun sayangnya, belum ada pencairan/penyetoran atas klaim jaminan pelaksanaan tersebut.
Sehingga Pemerintah Provinsi harus menelan pil pahit. Karena belum menerima pendapatan dari pencairan jaminan pelaksanaan. Nilainya sebesar Rp405.479.750.
Hal ini juga disebabkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan terkait diduga lalai. Khususnya dalam melakukan pencairan jaminan pelaksanaan dan mengawasi pekerjaan yang dilaksanakan oleh penyedia jasa.
Baca juga : Tender Pembangunan Rusun di Aceh oleh Kemenpupr Diduga Bermasalah