Jakarta, Klikanggaran.com (21-02-2018) - Pada tahun 2016 pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut memberikan subsidi atau KPP alias Kewajiban Pelayanan Publik kepada PT Pelni sebesar Rp 1,7 triliun. Subsidi ini untuk mengoperasikan kapal Pelni sebanyak 22 kapal dengan 507 perjalanan atau Voyage.
Tetapi, di bulan April 2016, dengan tetap bersubsidi sebesar Rp 1,7 triliun, telah terjadi perubahaan atas jumlah perjalanan dari 507 Voyage menjadi 620 Voyage. Dan, dari jumlah kapal sebanyak 22 menjadi 26 kapal.
Dari 26 kapal yang dioperasikan oleh PT. Pelni, sebanyak 23 kapal hanya melayani penumpang kelas ekonomi. Sedangkan sisanya sebanyak 3 kapal melayani penumpang kelas ekonomi, juga melayani penumpang non ekonomi.
Tetapi, dalam laporan, pengoperasian 26 kapal dapat subsidi dari pemerintah untuk Pelni sebesar Rp 1,9 triliun. Sehingga terdapat selisih kurang subsidi yang harus dibayar oleh pemerintah kepada Pelni sebesar Rp 164,3 miliar.
Kemudian oleh BPK, subsidi yang diberikan kepada Pelni dikoreksi, dari sebesar Rp 1,9 triliun menjadi sebesar Rp 1,8 triliun. Atau, harus dikoreksi atau dipotong sebesar Rp 85,6 miliar, karena ada biaya-biaya yang dikeluarkan PT. Pelni tidak dapat diambil dari dana subsidi, karena akan melanggar peraturan PMP No. PM 65 tahun 2015.
Adakah penemuaan BPK ini sebuah korupsi dengan modus mark down?