resensi

Sri Asih: Melampaui Stereotip Superhero, Menguak Kekuatan Perempuan Indonesia

Sabtu, 6 Juli 2024 | 19:14 WIB
Salah satu scene film Sri Asih (Screenshot)

KLIKANGGARAN -- Sri Asih, film kedua dari Jagat Sinema Bumilangit, hadir sebagai angin segar di tengah dominasi film superhero Hollywood. Karya ini tidak sekadar menawarkan aksi memukau dan efek visual yang memanjakan mata, tetapi juga mengangkat tema-tema mendalam seperti kekuatan perempuan, trauma, dan pencarian identitas.

Melalui pendekatan psikoanalisis, kita dapat menelusuri lebih dalam motivasi karakter, simbolisme yang digunakan, dan bagaimana film ini merepresentasikan realitas sosial Indonesia.

Alana, sang protagonis, digambarkan sebagai wanita yang penuh amarah dan trauma akibat peristiwa traumatis di masa kecilnya. Amarah ini menjadi pedang bermata dua—kekuatan sekaligus kelemahannya. Penggambaran ini mencerminkan kompleksitas karakter perempuan yang sering kali direduksi menjadi stereotip dalam film-film superhero pada umumnya.

Simbolisme dalam film ini kaya akan makna. Baju hitam yang sering dikenakan Alana melambangkan sosoknya yang tangguh selayaknya ksatria. Sementara itu, selendang merah yang menjadi senjatanya merepresentasikan kekuatan perempuan yang diwariskan dari leluhur.

Sosok Dewi Asih sendiri menjadi simbol kekuatan feminin yang mampu melawan kejahatan, sekaligus mengingatkan penonton pada tradisi leluhur dan kekuatan spiritual perempuan yang sering kali terlupakan dalam narasi modern.

Film ini dengan berani mengeksplorasi tema trauma masa kecil yang dialami Alana. Peristiwa letusan gunung berapi yang memisahkannya dari orang tua menjadi luka mendalam yang terus menghantuinya. Trauma ini tidak hanya membuatnya sulit menerima dirinya sendiri, tetapi juga menghambatnya dalam membangun koneksi dengan orang lain. Perjalanan Alana dalam mengenali dan menerima kekuatannya menjadi inti dari pencarian identitasnya sebagai seorang pahlawan.

Sri Asih tidak hanya berkutat pada cerita fiksi superhero, tetapi juga menyentuh realitas sosial yang relevan dengan konteks Indonesia. Film ini dengan cermat mengangkat isu-isu seperti kekerasan terhadap perempuan dan marginalisasi kelompok minoritas. Adegan pembuka yang menampilkan kerusuhan dan penjarahan bukan sekadar latar belakang dramatis, melainkan cerminan sisi kelam masyarakat yang menjadi alasan kemunculan Sri Asih sebagai pelindung kaum lemah.

Kekuatan utama film ini terletak pada kemampuannya menyajikan aksi yang memukau tanpa mengorbankan substansi cerita. Efek visual yang berkualitas tinggi membuktikan bahwa industri film Indonesia mampu menghasilkan tontonan yang setara dengan produksi Hollywood.

Akting para pemain, terutama Pevita Pearce sebagai Alana, berhasil membawa kedalaman emosi yang diperlukan untuk membuat karakter-karakternya hidup dan relatable.

Namun, seperti halnya karya seni lainnya, Sri Asih tidak luput dari kelemahan. Beberapa bagian cerita terkesan terburu-buru, mungkin karena keterbatasan durasi film. Penjelasan karakter yang kurang mendalam untuk beberapa tokoh pendukung juga menjadi area yang bisa ditingkatkan dalam sekuel atau spin-off mendatang.

Terlepas dari kekurangan tersebut, Sri Asih tetap menjadi tonggak penting dalam perfilman Indonesia. Film ini membuktikan bahwa cerita superhero lokal dapat mengangkat nilai-nilai dan kebudayaan Indonesia tanpa kehilangan daya tarik universal. Keberhasilannya dalam menghadirkan protagonis perempuan yang kompleks dan berkembang sepanjang cerita juga patut diapresiasi, mengingat masih terbatasnya representasi seperti ini dalam genre superhero.

Sri Asih juga berhasil memadukan unsur tradisional dengan modern secara menarik. Kekuatan supernatural yang berakar pada mitologi lokal dipadukan dengan setting urban kontemporer, menciptakan narasi yang unik dan khas Indonesia. Hal ini tidak hanya memperkaya khazanah cerita superhero global, tetapi juga memberikan ruang bagi penonton Indonesia untuk melihat refleksi budaya mereka sendiri di layar lebar.

Aspek lain yang patut disoroti adalah bagaimana film ini menggambarkan perjuangan internal Alana dalam mengendalikan kekuatannya. Tema ini resonan dengan pengalaman banyak perempuan yang harus berjuang melawan ekspektasi sosial dan menemukan suara mereka sendiri. Melalui perjalanan Alana, film ini menyampaikan pesan kuat tentang pentingnya penerimaan diri dan keberanian untuk menghadapi ketakutan terdalam.

Dari sudut pandang industri, kehadiran Sri Asih menandai langkah besar bagi Jagat Sinema Bumilangit dalam membangun universe superhero Indonesia. Kesuksesan film ini membuka jalan bagi pengembangan karakter-karakter lain dari komik klasik Indonesia, potensialmente menciptakan franchise film yang bisa bersaing di kancah internasional.

Halaman:

Tags

Terkini