KLIKANGGARAN --Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan mengejutkan pada 24 Maret 2025 terkait sengketa hasil Pemilihan Bupati (Pilkada) Kabupaten Serang tahun 2024. MK memutuskan bahwa Pilkada Kabupaten Serang harus diulang akibat terbukti adanya pelanggaran serius terhadap netralitas aparat desa.
Lebih mencengangkan lagi, MK menyoroti keterlibatan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Yandri Susanto, dalam upaya memenangkan pasangan calon nomor urut 2, Ratu Rachmatuzakiyah-Muhammad Najib Hamas. Ratu Rachmatuzakiyah tak lain adalah istri dari sang menteri.
Dalam persidangan, terungkap fakta bahwa Yandri Susanto secara aktif mengatur dan menginisiasi berbagai pertemuan secara terstruktur, sistematis, dan masif untuk mendukung kemenangan sang istri.
Meskipun beberapa pertemuan dilakukan sebelum ia menjabat sebagai menteri, bukti di pengadilan menunjukkan bahwa suami dari calon bupati tersebut sudah mengetahui akan diangkat menjadi menteri saat itu.
Fakta ini memicu kehebohan publik, dengan banyak netizen mendesak Yandri Susanto untuk mundur dari jabatannya.
Namun, kontroversi tidak berhenti di situ. Dua hari setelah putusan MK, salah satu pejabat eselon I Kementerian Desa dan PDT, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM), Agustomi Masik, mengeluarkan kebijakan kontroversial.
Kebijakan itu adalah penghentian kontrak Tenaga Pendamping Profesional (TPP) desa yang dituduh terlibat dalam politik praktis. Kebijakan ini dibungkus dengan alasan mendukung demokrasi yang sehat dan berintegritas.
Langkah ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, menyebut alasan penghentian TPP karena pencalonan diri sebagai anggota legislatif (nyaleg) cenderung dibuat-buat.
Menurutnya, tidak ada larangan bagi pendamping desa untuk maju sebagai caleg selama mereka memenuhi ketentuan yang berlaku.
“TPP yang diberhentikan ini memiliki masa kerja panjang dan pengalaman yang tidak bisa diabaikan begitu saja,” tegas Huda.
Sementara itu, Mahmud Hamdani dari Komunitas Pecinta Gagasan Demokrasi menilai perbedaan persepsi terhadap aturan memang hal biasa. Namun, ia menyoroti waktu pengambilan kebijakan yang dinilai terlalu dekat dengan skandal politik Menteri Desa.
“Apa yang dilakukan Yandri Susanto jelas merupakan gerakan politik yang berujung pada pemilu ulang di Kabupaten Serang. Namun, ironisnya, yang dikorbankan justru tenaga pendamping desa,” ujarnya.
Hamdani juga menyoroti perlunya evaluasi kinerja yang objektif sebelum memutuskan pemberhentian kontrak TPP.
“Seharusnya Kepala BPSDM lebih dulu menyapa menterinya soal politik praktis sebelum membuat keputusan semacam ini.