KLIKANGGARAN-Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan, Tes Wawansan Kebangsaan (TWK) konstitusional. Kesimpulan itu mengemuka setelah MK menolak permohonan judicial review atau uji materi atas Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK yang diajukan KPK Watch.
Dalam putusan yang dibacakan hakim MK secara bergiliran itu, MK menyatakan menolak seluruh gugutan yang diajukan oleh KPK Watch terkait Tes Wawasan Kebangsaan. Dengan penolakan tersebut, TWK yang dilakukan KPK terhadap pegawainya adalah konstitusional.
"Mengadili. Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan putusan yang disiarkan melalui Youtube MK, Selasa, 31 Agustus 2021.
Dalam putusannya MK juga menyatakan, ketentuan ini bukan hanya berlaku bagi pegawai KPK yang tidak lolos TWK tapi pegawai KPK seluruhnya.
Baca Juga: Wakil Ketua KPK Dijatuhkan Sanksi Berat oleh Dewas berupa Pemotongan Gaji, Kenapa Ya?
Sebelumnya, KPK Watch mengajukan permohoan kepada MK untuk menyatakan TWK inkonstitusional. KPK Watch juga meminta MK untuk memerintahkan BKN dan KPK agar menarik kembali pegawai KPK yang diberhentikan karena tidak lolos TWK
Menurut Mahkamah Konstitusi, alih status pegawai KPK menjadi ASN telah ditentukan oleh UU 5/2014 dan peraturan pelaksanaannya, merupakan salah satu ukuran objektif untuk pengisian jabatan tersebut adalah wawasan kebangsaan yang juga jadi syarat seleksi ASN, maupun pada saat pengembangan karir ASN.
"Oleh karena itu menurut Mahkamah, persyaratan demikian tidaklah tepat apabila dinilai sebagai ketentuan yang menghalangi hak seseorang warga negara untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan, dan juga tidak dapat dipandang sebagai ketentuan yang mengandung perlakuan diskriminasi," ungkap Hakim MK.
Dalam putusan tersebut, empat hakim konstitusi menyampaikan alasan yang berbeda (concuring opinion). Mereka adalah Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih.
Hakim Saldi Isra menerangkan mengacu pada putusan MK sebelumnya, Mahkamah menegaskan bahwa dengan pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN sebagaimana ditentukan sesuai UU.19/2019 tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi pegawai ASN dengan alasan apapun.
"Posisi hukum kami, karena proses peralihan status itu sebagai hak, peralihan dilaksanakan terlebih dahulu dan setelah dipenuhi hak tersebut baru diikuti dengan penyelesaian masalah-masalah lain, termasuk melakukan promosi dan demosi sebagai pegawai ASN di KPK," ujar Hakim Saldi Isra.
Artikel Terkait
Datangi Kejaksaan Agung, AMPD Serahkan Bukti 1 Koper Dugaan Korupsi Mawardi Yahya
Dugaan Suap, Bupati Probolinggo dan Suaminya bersama 20 Orang Lainnya Jadi Tersangka. 5 orang ditahan