Roy menambahkan, dirinya bukan penyebar fitnah, melainkan seorang pakar telematika dan ahli hukum publik yang bekerja berdasarkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU No. 14 Tahun 2008).
Pria yang dikenal sebagai analis digital forensik itu juga menegaskan bahwa tindakannya dilakukan dalam konteks penelitian ilmiah, bukan penyebaran informasi palsu.
“Tugas saya nantinya adalah karena selaku ahli yang ditunjuk untuk juga dalam kasus ijazah yang kemudian digugat ke beberapa pihak,” ujar Roy.
“Saya akan memberikan analisis nantinya tentang apa yang terjadi dan utamanya adalah dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008 dan Undang-Undang Kearsipan,” tambahnya.
Polisi Tegaskan Proses Hukum Berjalan Profesional
Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik, fitnah, dan manipulasi dokumen yang dilaporkan oleh Presiden Joko Widodo.
Penyidik juga menyita 723 barang bukti, termasuk dokumen asli Universitas Gadjah Mada yang mengonfirmasi keaslian ijazah Jokowi.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Asep Edi Suheri, menjelaskan bahwa delapan tersangka tersebut dibagi menjadi dua klaster dengan peran berbeda.
“Penyidik telah memeriksa 130 saksi dan 22 ahli dari berbagai bidang,” kata Asep dalam keterangan sebelumnya.
Asep menegaskan, seluruh penanganan perkara dilakukan secara objektif tanpa intervensi politik.
“Seluruh tahapan juga dilakukan secara profesional, proporsional, transparan, dan akuntabel,” pungkasnya.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik, terutama setelah salah satu tersangkanya adalah figur publik seperti Roy Suryo yang dikenal vokal di isu hukum dan teknologi.**