(KLIKANGGARAN) — Setelah tragedi ambruknya Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, perdebatan baru mencuat terkait wacana pembangunan ulang dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Musala tiga lantai yang roboh pada akhir September 2025 itu menelan korban jiwa dan meninggalkan duka mendalam bagi keluarga serta masyarakat. Namun, usulan agar perbaikan ponpes dibiayai APBN kini menimbulkan perdebatan terkait keadilan dan dasar hukumnya.
Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa, menegaskan hingga kini belum ada proposal resmi yang masuk ke Kemenkeu.
“Untuk pondok pesantren (dibangun pakai APBN) saya belum terima, saya baru baca di media saja,” ujar Purbaya dalam Media Gathering Kemenkeu 2025 di Novotel Bogor, Jawa Barat, pada Jumat, 10 Oktober 2025.
Awal Mula Wacana Pembangunan Ulang
Wacana penggunaan APBN pertama kali mencuat setelah Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo menyebutkan kemungkinan membangun ulang ponpes dengan alasan kondisi darurat.
“Kalau anggaran kan selama ini sebetulnya ponpes itu ada di Kementerian Agama, cuman kan ini kondisi darurat, yang di Sidoarjo pasti kita yang masuk,” kata Dody kepada awak media di Jakarta, pada Selasa, 7 Oktober 2025.
Ia menambahkan, langkah pembangunan ulang masih memungkinkan melibatkan pihak swasta. Menurutnya, biaya membangun ulang justru lebih efisien dibandingkan renovasi sebagian karena struktur bangunan sudah terlalu rusak.
Pernyataan tersebut kemudian menjadi pemicu diskusi publik, terutama mengenai boleh tidaknya penggunaan dana publik untuk lembaga pendidikan keagamaan tertentu.
DPR Minta Pemerintah Adil dan Hati-Hati
Anggota Komisi VIII DPR Fraksi Golkar, Atalia Praratya, menilai pemerintah perlu sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan. Ia menegaskan, penggunaan APBN untuk pembangunan pesantren harus dikaji secara mendalam agar tidak menimbulkan kesan pilih kasih.