(KLIKANGGARAN) – Mantan Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, resmi dijatuhi vonis 19 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Selasa, 21 Oktober 2025.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Anak Agung Gede Agung Parnata, Fajar dinyatakan terbukti bersalah melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur dan satu korban dewasa.
“Menjatuhkan pidana penjara selama 19 tahun dan denda Rp 5 miliar,” ujar Parnata saat membacakan putusan di ruang sidang.
Vonis tersebut satu tahun lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut 20 tahun penjara. Namun majelis menilai hukuman itu telah mencerminkan rasa keadilan bagi para korban yang mengalami trauma mendalam akibat perbuatan terdakwa.
Selain itu, hakim memerintahkan Fajar membayar restitusi sebesar Rp 359 juta dan memusnahkan sejumlah barang bukti, termasuk pakaian, laptop, dan rekaman video yang digunakan dalam tindak kejahatan tersebut.
Vonis Lebih Rendah dari Tuntutan
Jaksa Penuntut Umum menilai Fajar sama sekali tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya. Dalam tuntutannya, JPU menegaskan bahwa tindakan terdakwa mencoreng institusi kepolisian dan menimbulkan luka psikologis yang mendalam bagi para korban.
“Ini kita anggap sudah maksimal,” ujar Ketua Tim JPU, Arwin, menegaskan dalam pernyataan usai sidang.
Fajar dijerat dengan sejumlah pasal berlapis, termasuk Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Perlindungan Anak, serta Pasal 6 huruf c dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ia juga melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena merekam serta menyebarkan video asusila tanpa izin korban.
Fakta Persidangan yang Mengguncang
Sidang mengungkap bagaimana Fajar merekrut korban melalui aplikasi daring Michat dan menggunakan perantara untuk mencari anak di bawah umur. Salah satu korban bahkan baru berusia lima tahun.
Aksi bejat itu dilakukan di sejumlah hotel di Kupang sepanjang Juni 2024 hingga Januari 2025. Barang bukti digital dan rekaman video yang ditemukan memperkuat dakwaan jaksa.
Kasus ini menarik perhatian publik sejak sidang perdana digelar pada 30 Juni 2025. Status terdakwa sebagai aparat penegak hukum membuat kasus ini menjadi ujian besar bagi integritas lembaga kepolisian.
Artikel Terkait
Pengacara Lita Gading Tantang Bukti Kasus ITE & Kekerasan Psikis Anak: “Ini Negara Hukum, Bukan Negara Nenek Moyang Dia”
Viral Istri Grebek Suami Diduga Polisi Bersama Selingkuhan di Indekos, Terekam Dugaan Kekerasan
Mendikdasmen Soroti Dampak Game Kekerasan dan Judi Online, Orang Tua Diminta Awasi Anak agar Tak Mager dan Jadi Emosional
RS Ngoerah Pecat Mahasiswa Koas Terlibat Bullying Timothy Anugerah, Sorotan ke Budaya Kekerasan di Dunia Kedokteran