Tragedi Timothy Anugerah di UNUD: Luka Sosial, Keteguhan Ayah, dan Pelajaran soal Empati Kampus

photo author
- Minggu, 19 Oktober 2025 | 22:37 WIB
Menyoroti skandal perundungan yang membayangi kasus kematian Timothy Anugerah di kampus Udayana ((X.com/@Meta80ki))
Menyoroti skandal perundungan yang membayangi kasus kematian Timothy Anugerah di kampus Udayana ((X.com/@Meta80ki))

“Sanksi ini bukanlah ekspresi kebencian kami sebagai pimpinan. Kami ini seorang guru, tugasnya mendidik,” ujarnya pada Sabtu, 18 Oktober 2025.

Baca Juga: Menkeu Purbaya Yakin Ekonomi Mulai Pulih, tapi Pengangguran Gen Z Masih Bertahan di Atas 15 Persen

Namun, sumber internal kampus menyebutkan jumlah pelaku bisa lebih banyak—total ada sembilan mahasiswa dari berbagai fakultas, termasuk Kedokteran dan Kelautan dan Perikanan.

Kasus ini memperlihatkan bahwa perundungan bukan sekadar pelanggaran norma, tetapi bentuk kekerasan psikologis yang dapat mengikis rasa aman dan harga diri korban.

Luka yang Tak Kasatmata

Dalam buku Should Bullying Be a Crime? (2020), peneliti sosial Emma Jones menjelaskan bahwa bullying dapat menghancurkan identitas dan kepercayaan diri seseorang.

Baca Juga: Bambang Pamungkas Minta Fans Garuda Introspeksi, Bukan Marah-Marah Usai Gagal ke Piala Dunia 2026

“Bullying bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan kekerasan psikososial yang dapat mengikis martabat, menghancurkan kepercayaan diri, dan bahkan merenggut nyawa,” tulisnya.

Kutipan tersebut menggambarkan bahwa luka akibat bullying sering tak terlihat, tetapi meninggalkan dampak mendalam bagi korban—terkadang hingga berujung pada kehilangan nyawa.

Oleh karena itu, penanganan kasus ini seharusnya tak berhenti pada sanksi administratif, melainkan menuntut perubahan budaya di lingkungan akademik.

Baca Juga: Tragedi Rainbow Slide Ketapang: Keceriaan Pasar Malam Berubah Panik, Polisi dan Publik Soroti Keamanan Wahana

Pendidikan dan Empati

Pemikiran Matthew Sharpe dalam Stoicism, Bullying, and Beyond (2022) turut memberikan perspektif filosofis tentang pentingnya ketahanan batin menghadapi perundungan.

“Jika hukum berperan menegakkan keadilan dari luar, maka Stoisisme menawarkan kekuatan dari dalam,” tulisnya.

Pesan Sharpe menegaskan bahwa melawan bullying tidak cukup hanya dengan penindakan. Diperlukan pula upaya membangun empati sosial, moralitas, serta dukungan pemulihan bagi korban dan refleksi bagi pelaku.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Muslikhin

Sumber: Liputan

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X