"Kulon Progo bagian selatan masuk dalam zona merah tsunami karena lokasinya dekat dengan Samudra Hindia dan berada di wilayah yang terdampak aktivitas zona subduksi," jelas Ardhianto.
Berdasarkan sejarah, tsunami pernah melanda wilayah ini pada tahun 1840 dan menyebabkan korban jiwa. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk belajar dari sejarah dan mempersiapkan diri dengan baik.
Ardhianto menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu panik, tetapi harus memahami langkah-langkah mitigasi.
"Golden time kita kurang lebih hanya 10 menit setelah gempa terjadi. Jadi, kita harus siap, bukan takut," katanya.
Masyarakat diimbau untuk memahami rute evakuasi, mempersiapkan perlengkapan darurat, dan tidak mudah terpancing kepanikan.
BMKG memastikan akan terus mengoptimalkan sumber daya untuk memberikan informasi peringatan dini terkait tsunami, gempa bumi, dan cuaca ekstrem.
Potensi tsunami di Kulonprogo saat Lebaran 2025 menjadi perhatian serius bagi semua pihak. Koordinasi antara pemerintah, BMKG, dan masyarakat sangat penting untuk meminimalkan risiko.
Dengan kesiapsiagaan yang matang, diharapkan musibah ini dapat diantisipasi tanpa menimbulkan korban jiwa.***
Artikel Terkait
SMAN Bunga Bangsa Nagan Raya Bagikan 1.000 Takjil kepada Masyarakat di Jalan Nasional Banda Aceh Medan
5 Tersangka dan Barang Bukti Tambang Illegal di Nagan Raya di Serahkan Polres ke Jaksa
TEA UI Resmikan Cabang Baru di Depok: Dosen FEB UI Apresiasi Konsep Social Business dan Kolaborasi Alumni PMII
Gempita Semarak Ramadan 2025 di Batang Hari: Sekwan DPRD Pukau Hadirin dengan Azan, Bupati Apresiasi Inovasi Panitia
Jangan Khawatir! Nama di KTP Bisa Diubah, Ini Penjelasan Kepala Disdukcapil Luwu Utara
Ketua DPRD Himbau Warga Agar Dapat Meningkatkan Kewaspadaan Terhadap Luapan Sungai Batanghari
Gini Rasio Terendah, Distribusi Pendapatan Masyarakat Luwu Utara Paling Merata di Sulsel