Nurhadi Diduga Raup 46 Miliar Uang Suap dan Gratifkasi

photo author
- Selasa, 17 Desember 2019 | 05:48 WIB
mahkamah agung1
mahkamah agung1


JAKARTA, Klikanggaran.com - Nurhadi adalah mantan Sekretaris Mahkamah Agung  (MA). Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus yang menjerat Nurhadi adalah dugaan suap dan gratifikasi terkait dengan pengurusan perkara di MA tahun 2011-2016.


Konon, Nurhadi menerima Rp46 miliar.


Nurhadi tidak sendirian yang dijerat KPK. Ada menantunya juga, Rezky Herbiyono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.


Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memaparkan kontruksi perkara yang surat perintah penyidikan (Sprindik) kasus ini diteken pada 6 Desember 2019 lalu.


Dalam kasus suap, Nurhadi dan menantunya diduga menerima uang dari dua pengurusan perkara di MA yang melibatkan PT MIT.


Pertama, Nurhadi diduga menerima hadiah atau janji terkait pengurusan perkara perdata PT Multicon Indrajaya Terminal melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero).


Mulanya, PT MIT menggugat perdata PT KBN pada 2010. Dugaan suap menyuap berawal ketika pada awal 2015, tersangka Rezky menerima 9 lembar cek atas nama PT MIT dari tersangka Hiendra untuk mengurus perkara.


Perkara itu terdiri dari Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN serta proses hukum dan pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.


"Untuk membiayai pengurusan perkara tersebut, tersangka RHE [Rezky  Herbiyono] menjaminkan 8 lembar cek dari PT MIT dan 3 lembar cek milik RHE untuk mendapatkan uang dengan nilai Rp14 miliar," tutur Saut dalam konferensi pers, Senin (16/12/2019).


Akan tetapi, lanjut Saut, PT MIT kemudian kalah dan karena pengurusan perkara tersebut gagal maka tersangka Hiendra meminta kembali 9 lembar cek yang pernah diberikan tersebut.


Baca: Kejari Lubuklinggau Didesak Audit Dugaan Penyelewengan Dana Desa


Nurhadi juga menerima uang terkait pengurusan perkara perdata sengketa saham di PT MIT yang diawali pada 2015 ketika tersangka Hiendra digugat atas kepemilikan saham PT MIT. 


Menurut Saut, perkara perdata ini dimenangkan oleh Hiendra mulai dari tingkat pertama dan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Januari 2016. 


Penerimaan uang pun kemudian terjadi pada periode Juli 2015-Januari 2016 atau ketika perkara gugatan perdata antara HS dan Azhar Umar sedang disidangkan di PN Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tim Berita

Tags

Rekomendasi

Terkini

X